Mulyadi, S.H., M.H.
Hukum | 2025-09-03 19:07:07

Jakarta – Tindakan pemblokiran akses siaran langsung (live streaming) pada tanggal 30-31 Agustus 2025 di berbagai platform media sosial yang terjadi secara selektif selama aksi demonstrasi baru-baru ini, ditambah dengan pemadaman lampu penerangan jalan di lokasi-lokasi strategis, merupakan serangkaian tindakan yang secara fundamental bertentangan dengan prinsip negara hukum demokratis (democratische rechtsstaat) yang dianut Indonesia.
Berdasarkan analisis yuridis, tindakan-tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai berikut:
1. Pelanggaran Hak Konstitusional atas Informasi: Pemblokiran akses merupakan pelanggaran langsung terhadap Pasal 28F UUD 1945 dan Pasal 14 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, yang menjamin hak setiap warga negara untuk mencari, memperoleh, memiliki, dan menyebarkan informasi melalui segala jenis saluran yang tersedia.
2. Indikasi Kuat Penyalahgunaan Wewenang: Pola pemblokiran yang hanya diterapkan pada saat aparat keamanan akan melakukan tindakan menunjukkan bahwa kewenangan yang dimiliki tidak digunakan untuk tujuan yang semestinya (menjaga ketertiban umum), melainkan untuk mengontrol narasi dan mencegah pengawasan publik terhadap potensi kekerasan atau pelanggaran prosedur oleh aparat.
3. Penciptaan Kondisi untuk Impunitas: Pemadaman lampu jalan secara sengaja adalah tindakan aktif untuk menghilangkan kemampuan publik dan media dalam mendokumentasikan peristiwa. Secara hukum, ini dapat dianggap sebagai bagian dari persiapan untuk melakukan tindakan melawan hukum dan menunjukkan adanya niat jahat (mens rea) untuk menghindari akuntabilitas.
Kombinasi antara sensor informasi dan penciptaan kondisi gelap ini secara efektif melumpuhkan fungsi kontrol sosial dari masyarakat, yang merupakan elemen esensial dalam demokrasi. Tindakan ini mengikis kepercayaan publik dan menggeser praktik penyelenggaraan negara dari supremasi hukum (supremacy of law) menuju supremasi kekuasaan (machtsstaat).
Masyarakat diimbau untuk memahami bahwa hak untuk mendokumentasikan tindakan aparat di ruang publik adalah bagian dari kebebasan berekspresi dan merupakan mekanisme vital untuk memastikan akuntabilitas dan mencegah terjadinya pelanggaran hak asasi manusia.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.