Lampung Geh, Bandar Lampung – Ketua Komisi V DPRD Provinsi Lampung, Yanuar Irawan menyatakan dukungannya terhadap kebijakan Pemerintah Provinsi Lampung yang menghapus daftar ulang, SPP, dan uang komite bagi siswa SMA, SMK, dan SLB negeri.
Namun, ia menegaskan pentingnya penerapan asas keadilan dan mekanisme yang tepat dalam pelaksanaan kebijakan tersebut.
“Pada prinsipnya kami di Komisi V sangat mendukung karena itu memang untuk kepentingan masyarakat. Namun, jika dipukul rata, kebijakan ini juga perlu dikaji ulang dari sisi keadilan,” kata Yanuar usai rapat dengar pendapat bersama Dinas Pendidikan Provinsi Lampung, pada Kamis (3/7).
Yanuar mencontohkan kondisi sekolah yang mayoritas siswanya berasal dari keluarga mampu, seperti di beberapa SMA favorit di Bandar Lampung, sebaiknya tetap diberikan ruang untuk melakukan kegiatan gotong royong apabila wali murid secara sukarela ingin membantu pembangunan fasilitas.
“Misalnya SMA 10, kalau mereka mau membangun masjid atau fasilitas lain dan orang tua muridnya ikhlas membantu, itu tidak bisa serta-merta dilarang,” ujarnya.
Sebaliknya, lanjut Yanuar, sekolah yang mayoritas siswanya berasal dari keluarga kurang mampu harus mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah tanpa beban tambahan biaya dari wali murid.
“Kalau sekolah yang notabenenya orang tua muridnya rata-rata kurang mampu, itu memang harus kita support penuh,” tegasnya.
Terkait kebutuhan anggaran untuk mendukung kebijakan penghapusan uang SPP hingga uang komite, Yanuar menjelaskan, dalam rapat tersebut Kepala Dinas Pendidikan menyebut estimasi anggaran kurang lebih Rp100 miliar per tahun.
“Tadi saya sudah tanya, sudah dihitung belum anggarannya? Kepala Dinas menyampaikan kira-kira kurang lebih 100 miliar. Jadi ini belum dianggarkan, mungkin tahun ini akan dibahas,” jelasnya.
Ia menambahkan, mekanisme pemberian bantuan ke sekolah masih perlu diformulasikan, termasuk apakah akan menggunakan skema seperti Bantuan Operasional Sekolah Daerah (BOSDA) atau melalui peraturan daerah.
“Apakah bentuknya seperti perda atau BOSDA? Nanti kita berikan bantuan ke sekolah dan sekolah yang mengelolanya. Misalnya jumlah murid dikali Rp500.000, tinggal kita hitung totalnya,” jelasnya.
Selain itu, Yanuar juga menyinggung soal Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) yang menurutnya tahun ini lebih baik dibanding tahun-tahun sebelumnya karena transparansi yang lebih tinggi.
“Kalau dulu yang jadi problem itu zonasi karena subjektif. Sekarang menggunakan domisili dan nilai. Nilai langsung ditampilkan, sehingga semua orang bisa melihat apakah nilai anaknya memenuhi syarat sesuai kuota sekolah,” katanya.
Ia juga mengimbau masyarakat yang menemukan indikasi kecurangan agar segera melaporkannya ke pihak berwenang.
“Kalau ada bukti kecurangan silakan dilaporkan. Kemarin sudah ada beberapa kasus yang kami sampaikan ke Kepala Dinas dan langsung didiskualifikasi,” tambahnya.
Yanuar berharap kebijakan pendidikan di Lampung semakin berpihak pada masyarakat yang membutuhkan, tanpa mengabaikan prinsip keadilan dan transparansi. (Cha/Put)