Ilusi Kredibilitas Influencer Halal

1 day ago 4
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online
Ilustrasi foto makanan. Foto: Shutterstock

Di panggung gemerlap industri halal digital, ada satu komoditas yang dijual lebih mahal daripada produk manapun, yaitu ilusi. Ilusi bahwa kredibilitas seorang pemengaruh (influencer) otomatis berarti etika, kualitas dan kebenaran. Seakan-akan jika seseorang populer dan menempelkan label “halal” pada sebuah barang, maka seluruh rantai pemasarannya ikut suci tanpa cela. Namun, bagaimana jika riset membuktikan sebaliknya? Bagaimana jika fatwa ulama sebenarnya sudah memberi peringatan dini tentang jebakan ini sejak lama?

Mari kita tarik ke pangkal persoalan. Majelis Ulama Indonesia melalui Fatwa Nomor 24 Tahun 2017 melarang praktik buzzer yang menyebarkan fitnah, ghibah dan informasi palsu. Bukan karena produknya haram, melainkan karena cara menjualnya menyalahi prinsip syar'iah.

Fatwa ini menegaskaan bahwa halal tidak berhenti di label, melainkan juga mencakup cara promosi. Tetapi ironisnya, di tengah gegap gempita industri halal, justru muncul kesalahpahaman besar, dimana produk halal dianggap otomatis berarti pemasaran halal. Dari sinilah ilusi itu tumbuh dan menjelma menjadi industri baru, yaitu industri penjualan mimpi.

Menembus Kabut Tebal Manipulasi

Di alun-alun digital yang sama, tempat para influencer halal menjajakan inspirasi, berbaris pula legiun-legiun bayangan yang bertugas meracuni sumur-sumur percakapan. Mereka tidak menjual produk, melainkan menabur jelaga kebencian dan ilusi kebenaran demi agenda manipulatif, mengubah setiap kritik menjadi medan pertempuran. Akibatnya, udara di alun-alun itu menjadi sesak dan beracun, membuat publik sulit membedakan mana suara tulus dan mana gema pesanan dari penunggang kegelapan.

Kondisi inilah seperti pernah didokumentasikan secara mendalam oleh Istana dan Majelis Ulama Indonesia, memicu lahirnya fatwa ulama; bukan sekadar sebagai pedoman administratif, melainkan sebagai mercusuar etis yang mencoba menembus kabut tebal manipulasi. Secara tidak adil, para influencer halal yang berniat baik terpaksa menghirup udara yang sama dan meminum dari sumur yang telah tercemar. Inilah mengapa tuntutan untuk menjadi lebih dari sekadar "buzzer"—bahkan "buzzer halal"—menjadi begitu mendesak; ini adalah momentum untuk menegaskan bahwa sumber mata air mereka jernih di tengah polusi yang merajalela.

Penelitian tentang perilaku konsumen memberi kita cermin yang mengejutkan. Riset menunjukkan bahwa kredibilitas seorang influencer tidak cukup untuk membuat orang membeli. Kredibilitas itu hanya berfungsi sebagai jembatan tipis antara strategi pemasaran dan sikap konsumen. Artinya, orang tidak membeli karena percaya penuh pada influencer. Mereka membeli karena narasi yang ditawarkan seolah menyatu dengan identitas yang ingin mereka jalani.

Fenomena ini tampak jelas di industri fesyen muslim. Survei pada konsumen menemukan bahwa mayoritas tidak tergerak oleh seberapa “terpercaya” seorang influencer, melainkan oleh bagaimana produk tersebut diposisikan sebagai bagian dari citra diri. Bagi 78% responden, membeli bukan sekadar soal barang, melainkan soal menguatkan gambaran diri sebagai muslim yang modern, estetis dan beretika. Seorang influencer dengan mudah menjadi kurator gaya hidup, bukan penjual kredibilitas personal.

Logika sederhananya apabila seorang muslimah tidak membeli jilbab hanya karena percaya pada figur publik yang mengenakannya. Ia membeli karena jilbab itu dibingkai sebagai jalan menuju mimpi untuk tampil syar’i sekaligus elegan. Kredibilitas hanyalah tiket masuk, tetapi yang benar-benar menggiring langkah konsumen adalah janji identitas yang dikurasi.

Psikologi perilaku memberi penjelasan mengapa mekanisme ini begitu kuat. Otak manusia ternyata punya cara berbeda dalam memandang mimpi dan kenyataan. Mimpi yang sering diinterpretasikan seperti gambaran hidup islami yang ideal, akan diproses secara abstrak, jauh dan mudah diterima. Sementara kenyataannya seperti kualitas kain, harga atau ukuran produk, itu diproses secara konkret, dekat dan penuh pertimbangan.

Inilah sebabnya orang lebih mudah terpikat pada narasi besar ketimbang detail teknis. Mereka tidak membeli sekadar produk, mereka membeli mimpi. Produk hanyalah jembatan yang menghubungkan mereka dengan versi ideal diri yang mereka dambakan. Sedangkan influencer merupakan arsitek narasi itu, sang kurator kehidupan islami yang dibungkus estetika.

Penelitian psikologi konsumen bahkan menguantifikasi kenyataan ini. Terbukti, strategi pemasaran yang menekankan narasi abstrak seperti menjual mimpi, bukan barang, mampu meningkatkan keputusan pembelian hingga 34% dibandingkan strategi yang hanya mengandalkan reputasi personal influenc...

Read Entire Article