Jakarta (ANTARA) -
Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Non TPI Tangerang telah mendeportasi dan mencekal empat warga negara Inggris berinisial JPT, KJM, OTB dan AJC karena diduga melakukan pelanggaran izin tinggal atau aturan keimigrasian.
“Keempat WN Inggris diamankan setelah adanya pengawasan keimigrasian di gedung perkantoran di Pondok Aren dan tiga apartemen di Kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan pada Selasa (2/9)," kata Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Non TPI Tangerang Hasanin.
Dia didampingi Kepala Bidang Intelijen dan Penindakan Keimigrasian, Bong Bong Prakoso Napitupulu di Jakarta, Senin, mengatakan, keempat warga asing yang melakukan penyalahgunaan izin tinggal itu sudah dideportasi ke negara asalnya melalui Bandara Soekarno-Hatta pada Kamis (4/9) malam pukul 20.15 WIB.
Keempat warga asing ini ditangkap setelah Kantor Imigrasi Khusus Non TPI Tangerang melakukan pengawasan keimigrasian di kawasan Pondok Aren dan apartemen di Kota Tangerang dan Tangerang Selatan.
Baca juga: Imigrasi Jaksel deportasi WNA yang bikin onar di Kalibata
Pengawasan ini merupakan hasil pengumpulan bahan dan keterangan dari Bidang Intelijen dan Penindakan Keimigrasian terkait dugaan pelanggaran keimigrasian yang dilakukan warga asing. "Kami tindaklanjuti laporan masyarakat terkait adanya dugaan pelanggaran tersebut," kata dia.
Hasanin mengimbau masyarakat khususnya pada wilayah Kota Tangerang, Tangerang Selatan dan Kabupaten Tangerang yang ingin melaporkan WNA yang meresahkan, mengganggu ketertiban atau diduga melakukan pelanggaran keimigrasian.
Pelanggaran dapat melaporkan kepada Bidang Intelijen dan Penindakan Keimigrasian Kantor Imigrasi (Kanim) Tangerang melalui pengaduan orang asing dengan nomor WhatsApp 082118063026. "Setiap laporan akan kami tindaklanjuti,” kata dia.
Kepala Bidang Intelijen dan Penindakan Keimigrasian Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Non TPI Tangerang, Bong Bong Prakoso Napitupulu mengatakan, pihaknya telah melakukan pemeriksaan secara intensif terhadap empat warga negara Inggris tersebut.
Baca juga: Tiga WNA Nigeria dideportasi karena langgar aturan keimigrasian
Keempat WN Inggris inisial JPT, KJM, OTB dan AJC merupakan orang asing pemegang izin tinggal kunjungan saat kedatangan atau "Visa On Arrival" (VOA) yang memiliki kegunaan untuk wisata, mengunjungi keluarga, mengikuti rapat, pembelian barang dan menjalani pengobatan.
Namun berdasarkan hasil temuan dan pemeriksaan petugas terhadap keempat WN Inggris ditemukan bahwa mereka merupakan calon tenaga kerja asing yang sedang menjalani pelatihan sebagai tenaga pemasaran (sales) investasi di Indonesia.
Petugas juga menemukan bahwa keempat pelaku mendapat fasilitas, upah dan imbalan selama mengikuti pelatihan kerja di Indonesia seperti konsumsi, tempat tinggal, transportasi serta upah atau imbalan sebesar 200 dolar Amerika Serikat setiap minggunya.
"Tentunya hal ini bertentangan dengan ketentuan penggunaan 'Visa On Arrival' yang dijelaskan pada Keputusan Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Nomor M.IP-08.GR.01.01 Tahun 2025 tentang Klasifikasi Visa," kata dia.
Baca juga: WNA terlibat investasi bodong terancam deportasi dan dicekal 10 tahun
Ia menambahkan, pemegang "Visa On Arrival" dilarang untuk melakukan kegiatan bekerja serta menerima upah, imbalan atau sejenisnya atas kegiatannya selama berada di Indonesia baik dari perorangan maupun korporasi.
Menurut dia, empat warga negara asing (WNA) asal Inggris dikenakan tindakan administratif keimigrasian berupa deportasi dan juga penangkalan karena telah melanggar pasal 122 huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
Mereka telah meninggalkan Indonesia pada hari Kamis, 4 September 2025 pukul 20.15 WIB dengan menggunakan maskapai Singapore Airlines (SQ 967) menuju Singapura dilanjutkan ke London dan Manchester, Inggris.
"Keempat orang ini masuk ke dalam daftar penangkalan sehingga tidak dapat memasuki wilayah Indonesia dalam kurun waktu tertentu," katanya
Pewarta: Mario Sofia Nasution
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.