
MEMPERINGATI Hari Perhubungan Nasional 2025, PT Hutama Karya (Persero) mengangkat kembali peran Jembatan Tengku Agung Sultanah Latifah di Siak, Riau, dalam mempermudah akses layanan, pendidikan, dan ekonomi warga. Dibangun dengan keterlibatan tenaga ahli dalam negeri, jembatan cable stayed pertama di Sumatra ini telah beroperasi selama 18 tahun.
Jembatan sepanjang 1.239 meter dengan lebar 16,95 meter yang diresmikan pada 11 Agustus 2007 ini menghubungkan sisi utara dan selatan Kabupaten Siak, membuka akses bagi lebih dari 400.000 penduduk serta mendukung kelancaran transportasi antara Kabupaten Siak, Kota Pekanbaru, dan Kabupaten Bengkalis. Jembatan ini juga dilengkapi dengan dua trotoar selebar 2,25 meter di sisi kanan dan kiri serta dilengkapi dua menara setinggi 80 meter dengan clearance dari permukaan air saat pasang mencapai sekitar 23 meter. Jembatan ini merupakan hasil kolaborasi Hutama Karya dengan PT PP (Persero) Tbk.
Executive Vice President (EVP) Sekretaris Perusahaan Hutama Karya Adjib Al Hakim mengatakan bahwa bahwa jembatan ini telah memperluas mobilitas warga dan arus logistik di Siak.
“Dari sisi teknis, pembangunannya menjadi salah satu tonggak penerapan teknologi cable stayed di Indonesia yang ditangani oleh tenaga ahli dalam negeri,” ujar Adjib, Sabtu (6/9).
Sebagai proyek perdana cable stayed Hutama Karya di Sumatra, jembatan ini menjadi pionir sebelum pengerjaan proyek serupa mulai digarap perusahaan seperti Jembatan Soekarno di Manado, Jembatan Siak 4 di Riau, hingga Jembatan Pulau Balang di Kalimantan.
Keunikan terletak pada cable stayed berwarna-warni khas Melayu - satu-satunya di dunia yang menerapkan konsep ini sebagai representasi kearifan lokal. Dilengkapi pula lift outdoor pertama dengan dua garis bentukan (miring dan lurus) yang tetap vertikal, menuju ruang pameran dan restoran di puncak menara dengan panorama Siak. Nama "Tengku Agung Sultanah Latifah" diambil dari gelar Tengku Syarifah Mariam binti Fadyl, istri Sultan Syarif Kasim II, sebagai penghormatan terhadap sejarah dan budaya lokal.
Konstruksi jembatan ini kala itu memberikan dampak terhadap pertumbuhan ekonomi Siak dan sekitarnya. Sebelumnya, masyarakat harus menyeberangi sungai menggunakan perahu, yang menghambat mobilitas dan aktivitas ekonomi.
“Dulunya disini hutan ya, kemudian dibangun jembatan yang sangat dibutuhkan untuk menghubungkan dua daratan yang dibelah oleh Sungai Siak, Sehingga jembatan ini menjadi kunci pembangunan karena dengan adanya jembatan ini barulah ekonomi Kabupaten Siak mulai meningkat,” ujar Bupati Siak Afni melalui unggahan video di akun TikTok pribadinya pada (29/7).
Sejak beroperasi, infrastruktur ini telah meningkatkan arus barang dan jasa antardaerah, mempercepat distribusi hasil pertanian dan perkebunan, serta membuka peluang investasi baru di sektor pariwisata dan industri.
Pada masanya, jembatan ini tergolong proyek high risk dan menghadapi berbagai tantangan teknis, mulai dari pengerjaan di atas jalur pelayaran internasional yang padat, kondisi tanah untuk pondasi, hingga keterbatasan material lokal. Hutama Karya mengatasi tantangan tersebut dengan menerapkan teknologi mutakhir, termasuk sistem perancah khusus untuk pengerjaan di ketinggian dan metode pemancangan pondasi yang presisi.
Selain itu, jembatan ini ini dirancang dengan kualitas bangunan tahan lama melalui penggunaan beton mutu tinggi serta sistem perlindungan dari benturan kapal. Adjib menekankan bahwa pengalaman pembangunan Jembatan Tengku Agung Sultanah Latifah di Siak menjadi fondasi bagi Hutama Karya dalam menggarap proyek-proyek infrastruktur berteknologi tinggi.
“Portofolio ini sejalan dengan komitmen perusahaan untuk menghadirkan karya yang tidak hanya fungsional, tetapi juga ikonik dan menjadi warisan untuk generasi mendatang,” tandas Adjib.(H-2)