Komnas HAM telah melakukan pemantauan terhadap eskalasi aksi yang terjadi beberapa hari ke belakang. Pemantauan dilakukan di berbagai titik zona merah aksi, seperti di DPR dan Mako Brimob Kwitang, juga di beberapa rumah sakit.
Dari pemantauan itu, Komnas HAM menilai ada penggunaan kekuatan yang berlebihan dalam penanganan massa. Salah satunya terkait gas air mata.
“Komnas HAM menemukan adanya penggunaan kekuatan berlebihan, antara lain penggunaan gas air mata secara berlebihan yang menimbulkan risiko bagi masyarakat yang tidak terlibat dalam aksi unjuk rasa,” jelas Komisioner Pemantauan Komnas HAM, Saurlin P. Siagian, dalam keterangannya Minggu (31/8).
Selain itu, Komnas HAM juga menemukan adanya 17 orang yang luka-luka. Mereka juga turut andil dalam penanganan tewasnya Affan Kurniawan—ojol yang tewas dilindas mobil rantis Brimob.
“Komnas HAM juga menemukan adanya penjarahan, perusakan, dan pembakaran fasilitas umum serta properti pribadi di sejumlah titik aksi unjuk rasa di Jakarta,” ucap Saurlin.
Dari temuan mereka itu, Komnas HAM pun menentukan beberapa langkah tindak lanjut, yakni:
“Komnas HAM menyampaikan duka cita atas meninggalnya Alm. Affan Kurniawan dan korban luka lainnya. Komnas HAM mengecam tindakan oknum Kepolisian Republik Indonesia yang telah melakukan tindakan brutal hingga mengakibatkan hilangnya nyawa, serta menegaskan perhatian serius terhadap rangkaian aksi unjuk rasa yang terjadi di Jakarta dan sejumlah wilayah Indonesia sejak 25 Agustus 2025 hingga hari ini,” ucap Saurlin.
Selain itu, Komnas HAM juga memberi imbauan kepada aparat kepolisian, pemerintah, DPR, dan warga, yakni:
“Komnas HAM menegaskan bahwa seluruh langkah ini dilakukan dalam rangka memastikan penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak asasi manusia tetap menjadi acuan utama dalam penanganan aksi unjuk rasa,” tandas Saurlin.
Demonstrasi merupakan hak warga negara dalam berdemokrasi. Untuk kepentingan bersama, sebaiknya demonstrasi dilakukan secara damai tanpa aksi penjarahan dan perusakan fasilitas publik.