DIREKTUR Amnesty International Indonesia Usman Hamid meminta pemerintah membentuk tim pencari fakta independen untuk mengusut kejadian-kejadian dalam gelombang demonstrasi pada pekan terakhir Agustus 2025. Menurut Usman, tim ini dibutuhkan guna mengungkap apa yang sesungguhnya terjadi di balik gelombang unjuk rasa berujung pada berbagai tindak kekerasan itu.
Dalam berbagai demonstrasi di sejumlah wilayah Indonesia yang berlangsung sejak 25 Agustus 2025 tersebut telah terjadi penyerangan terhadap kantor-kantor kepolisian, pembakaran gedung DPRD, penangkapan sewenang-wenang, hingga kematian setidaknya 10 warga sipil.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
“Tim gabungan pencari fakta ini untuk memastikan agar proses penyelidikan dan juga proses pengungkapan fakta atas berbagai peristiwa demonstrasi yang berujung dengan kekerasan itu bisa dijelaskan dengan lebih adil, bisa dijelaskan dengan lebih objektif,” ucap Usman Hamid, Jumat, 5 September 2025.
Usman mengatakan perlu ada pertanggungjawaban negara atas setiap insiden kematian dalam gelombang demonstrasi ini. Tercatat setidaknya ada 10 korban tewas pada 28 Agustus hingga 2 September 2025. Dugaan kekerasan aparat terjadi dalam insiden di Jakarta dan Yogyakarta. Selain insiden itu, kerusuhan di Makassar hingga pembakaran kantor DPRD juga mengakibatkan korban jiwa. Laporan lokal menyatakan kematian warga Solo dan Manokwari diduga akibat gas air mata.
Usman menegaskan kejadian seperti ini tidak boleh terulang kembali. “Kami juga ingin memastikan orang-orang yang terlibat di balik katakanlah kerusuhan itu benar-benar bisa dimintai pertanggungjawaban,” ujar Usman.
Usman menyayangkan bahwa kepolisian justru menangkap sejumlah aktivis dan beberapa orang lainnya. Penangkapan aktivis atas tudingan penghasutan itu menurut Usman keliru. Langkah ini dianggapnya menyudutkan dan mengambinghitamkan para aktivis seolah-olah menjadi dalang kerusuhan. Padahal, ajakan berdemonstrasi yang dipersoalkan oleh kepolisian itu sebetulnya bentuk fungsi-fungsi kontrol dan keseimbangan yang belakangan tidak dilakukan oleh DPR.
Adapun empat aktivis prodemokrasi menjadi korban kriminalisasi. Polda Metro Jaya menuduh mereka menjadi biang kerok kericuhan dalam demonstrasi yang terjadi di Jakarta pada pekan terakhir Agustus 2025. Keempat aktivis tersebut adalah Delpedro Marhaen, Syahdan Husein, Muzaffar Salim, serta Khariq Anhar.
Polisi mengklaim ada bukti kuat tentang keterlibatan Delpedro cs dalam kerusuhan yang terjadi di Jakarta. Bukti tersebut berupa sebuah unggahan di akun Instagram berisi kata-kata “kita lawan bareng” dan tagar “jangan takut”.
Selebaran itu diunggah di akun Lokataru Foundation yang berkolaborasi dengan akun Gejayan Memanggil, Aliansi Mahasiswa Penggugat, serta Blok Politik Pelajar. Delpedro cs disebut-sebut menjadi admin masing-masing akun Instagram tersebut. Mereka dituduh telah menghasut para pelajar untuk bertindak anarkistis.