
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) kehilangan sekitar Rp 80 triliun akibat setoran dividen Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dialihkan ke Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara.
“Dividen yang di dalam APBN awal harusnya masuk ke APBN sekarang diserahkan ke Danantara, jadi kita kehilangan Rp 80 triliun,” ujar Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakrta Pusat, Kamis (3/7).
Meski demikian, Menkeu akan mitigasi penurunan penerimaan PNBP sekitar Rp 40 triliun. Menurutnya, pengurangan dampak itu dilakukan dengan mencari sumber penerimaan baru untuk mengisi celah dari koreksi tersebut.
“Artinya PNBP mencari tambahan penerimaan baru sebesar Rp 40 (triliun) sehingga koreksi Rp 80 (triliun) tidak seluruhnya muncul di sana,” tambah Sri Mulyani.
Dalam kesempatan yang sama, Menkeu juga menekankan pentingnya kehadiran Danantara sebagai katalis untuk mendorong peningkatan investasi, terutama di sektor-sektor prioritas.
“Kita juga akan terus memperbaiki untuk berbagai faktor di dalam peningkatan investasi seperti dukungan melalui insentif fiskal, percepatan for direct investment atau PMDN di sektor-sektor prioritas. Tentu dengan dibentuknya Danantara menjadi salah satu yang diharapkan (membantu) dan diandalkan untuk bisa merealisasi investasi yang signifikan,” jelas Sri Mulyani.
Namun demikian, ia juga menyoroti perlunya pengawasan yang ketat agar fungsi Danantara tidak justru menekan investasi swasta.
Menurutnya, jika peran Danantara terlalu dominan dan justru menarik seluruh investasi kepada lembaganya sendiri, maka dikhawatirkan akan terjadi efek crowding out terhadap investasi swasta.
Akan tetapi, jika Danantara mampu menarik minat investor swasta untuk ikut serta, maka lembaga ini justru bisa menjadi katalis yang mendorong pertumbuhan investasi.

“Jadi ini adalah sesuatu yang perlu terus disampaikan, kami telah berkomunikasi terus dengan tim Danantara,” jelas Sri Mulyani.
Sri Mulyani mengatakan bahwa pemerintah terus menjaga keberlanjutan APBN melalui sejumlah reformasi di sisi penerimaan negara.
Ia menyebut bahwa reformasi tersebut mencakup penguatan sistem Coretax serta pengelolaan PNBP juga akan terus melakukan perbaikan guna meningkatkan kinerja pendapatan negara.
Kemudian sistem Ceisa di Bea Cukai dan SIMBARA di PNBP akan semakin disinkronkan agar dapat menjadi alat untuk meningkatkan kepatuhan dan penegakan.
Ia juga menekankan pentingnya ekonomi digital dan menyatakan bahwa pemerintah turut mencermati dinamika pembahasan perpajakan global, terutama di tengah ketidakpastian yang tinggi dari arah kebijakan perpajakan Amerika Serikat (AS).
“Kami dengan adanya dan dibentuknya Danantara harus melihat dari Badan Usaha Milik Negara yang merupakan kekayaan yang dipisahkan. Kita akan melihat dari sisi berbagai konsekuensi untuk build the line kita, namun juga untuk mengenerate revenue karena BUMN kita adalah pembayaran pajak yang cukup signifikan,” tutupnya.
Sebelumnya, CEO BPI Danantara Rosan Roeslani mengatakan sejak diluncurkan oleh Presiden Prabowo pada 24 Februari 2025, Danantara menunjukkan capaian signifikan, dengan kerja sama investasi internasional senilai USD 7 miliar yang berasal dari Qatar, Rusia, China, dan Australia.
"Bahkan, pada Juli mendatang, lembaga ini diproyeksikan mendapatkan tambahan pendanaan baru sebesar USD 10 miliar dari perbankan luar negeri," kata Rosan seperti dikuti keterangan tertulis Biro Pers Presiden, dalam laporannya kepada Presiden Prabowo saat meresmikan Wisma Danantara, dikutip Kamis (3/7).