
Menteri Keuangan Sri Mulyani mulai mematangkan postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026 dengan mempertimbangkan berbagai tantangan global maupun domestik.
Menurutnya, rancangan APBN 2026 akan tetap diarahkan agar tetap sehat dan berkelanjutan, sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
Sri Mulyani menegaskan bahwa postur awal APBN 2026 ini akan terus difinalisasi dalam beberapa bulan mendatang. Pemerintah berencana merampungkan pembahasan teknis bersama DPR sebelum penyusunan Nota Keuangan.
"Kami tentu dalam 1,5 bulan untuk sebelum penulisan nota keuangan, semuanya (postur APBN) akan difinalkan sesuai dengan pembahasan malam hari ini dengan Komisi XI dan juga pembahasan dengan Badan Anggaran," jelas Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi XI, Kamis (3/7).
Dalam paparannya, Sri Mulyani menyebut bahwa pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi nasional pada 2026 berada di rentang 5,2 persen hingga 5,8 persen.
Sementara itu, tingkat inflasi diharapkan terkendali di level 1,5 persen hingga 3,5 persen.
Untuk indikator makro lainnya, yield Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun diproyeksikan berkisar 6,6 persen sampai 7,2 persen.
Adapun nilai tukar rupiah diperkirakan bergerak di kisaran Rp 16.500 hingga Rp 16.900 per dolar AS. Sedangkan harga minyak mentah Indonesia (ICP) diasumsikan pada USD 60 sampai USD 80 per barel.
Dari sisi sektor energi, lifting minyak ditargetkan berada di level 600 ribu hingga 605 ribu barel per hari. Lifting gas juga diharapkan mencapai 953 ribu hingga 1,17 juta barel setara minyak per hari.
Di bidang sosial, pemerintah menargetkan tingkat kemiskinan bisa ditekan ke kisaran 6,5 persen hingga 7,5 persen pada 2026. Tingkat pengangguran terbuka pun diharapkan turun ke level 4,5 persen sampai 5 persen.
Selain itu, rasio gini yang menjadi indikator ketimpangan pendapatan diproyeksikan di angka 0,379 sampai 0,382.

Untuk desain APBN 2026, pemerintah merencanakan defisit fiskal berada di batas bawah 2,48 persen hingga batas atas 2,53 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
Pendapatan negara ditargetkan sebesar 11,71 persen sampai 12,22 persen PDB, sedangkan belanja negara dipatok pada kisaran 14,19 persen hingga 14,75 persen PDB.
Rincian penerimaan negara mencakup penerimaan pajak yang diharapkan mencapai 8,9 persen sampai 9,24 persen dari PDB. Sementara itu, penerimaan kepabeanan dan cukai ditargetkan sebesar 1,18 persen hingga 1,21 persen PDB.
Pemerintah juga memproyeksikan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) di kisaran 1,63 persen hingga 1,76 persen, serta hibah yang diperkirakan sangat kecil, yaitu 0,002 persen sampai 0,003 persen dari PDB.
Pada sisi belanja negara, belanja pemerintah pusat direncanakan berada di kisaran 11,41 persen hingga 11,86 persen PDB. Sedangkan transfer ke daerah ditargetkan antara 2,78 persen sampai 2,89 persen.
Pemerintah juga memproyeksikan keseimbangan primer masih akan defisit di rentang 0,18 persen hingga 0,22 persen PDB. Pembiayaan anggaran direncanakan sama dengan defisit, yakni 2,48 persen hingga 2,53 persen PDB.