Ahli Konversi Energi Fakultas Teknik dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung (ITB), Tri Yuswidjajanto, menjelaskan bahwa bensin eceran tidak selalu memenuhi standar kebersihan distribusi.
“Handling di bagian dispenser belum tentu bersih atau sesuai standar. Sehingga khawatir tercemar kontaminan berupa debu, air, dan partikel lain,” kata Tri kepada kumparan akhir pekan lalu.
Selain itu, pada bensin eceran yang tersimpan terlalu lama, kualitasnya bisa menurun. Ini karena bensin terdiri dari campuran hidrokarbon ringan yang mudah menguap. Akibatnya bensin mengalami penurunan kualitas.
Dampak lainnya adalah oksidasi, paparan oksigen untuk botol yang tidak tertutup rapat bisa memicu reaksi kimia dan terbentuknya zat yang bisa menempel di komponen karburator, injektor, hingga ruang bakar yang mengakibatkan mesin brebet hingga susah dinyalakan.
“Kalau penjual bensin eceran kurang laku, ada potensi perubahan spesifikasi karena tersimpan terlalu lama. Juga bisa saja tercampur antara beberapa jenis bensin lain yang beda oktannya,” lanjutnya.
Menurut Tri, bensin eceran dalam botol justru lebih riskan. Alasannya karena proses pemindahan bahan bakar melewati beberapa wadah dan rentan terkontaminasi.
“Apalagi corong yang biasa digunakan diletakkan di warung, jadi berpotensi lebih banyak kontaminan,” jelasnya.
Dampaknya tidak bisa dianggap sepele. Ketika kontaminan berukuran sangat kecil lolos dari filter tangki, material tersebut bisa menyebabkan erosi dan perubahan kinerja pada fuel pump hingga muncul keausan.
“Kalau masih lolos juga dari filter di dekat mesin, mungkin bisa menjadi deposit di injektor,” tegasnya.
Ketika ini terjadi maka bisa membuat mesin sulit dihidupkan setelah lama tidak dipakai, tarikan terasa berat yang ujungnya konsumsi bensin lebih boros.