
PUBLIK menuntut agar partai politik berbenah melalui transparansi keuangan dan penguatan oposisi yang tertuang dalam 17+8 Tuntutan Rakyat. Pengamat politik dari Citra Institut Yusak Farchan menilai, keterbukaan laporan keuangan partai politik seharusnya bukan hal sulit. Sebab, Undang-Undang No.2/2011 tentang Partai Politik telah mengatur kewajiban transparansi dan akuntabilitas, keuangan parpol. Namun, ia mengatakan implementasinya masih jauh dari harapan.
"Transparansi keuangan dana parpol memang sebaiknya dipublikasikan agar masyarakat tau dari mana sumber-sumber keuangan parpol dan berapa banyak uang yang dikelola," kata Yusak saat dihubungi, Minggu (7/9).
Ia mengatakan pembenahan parpol merupakan kunci untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap demokrasi. Yusak mengatakan publik masih kesulitan mengakses informasi terkait aliran dana partai, sementara partai politik enggan membuka sumber pendanaan mereka Bahkan, dana dari APBN atau APBD yang seharusnya diprioritaskan untuk pendidikan politik, menurut Yusak, seringkali tidak dijalankan sebagaimana mestinya.
"Parpol juga masih enggan untuk mencatat dan mempublikasikan secara terbuka dari mana saja sumber-sumber keuangan yang didapat. Khusus sumber keuangan dari bantuan APBN/APBD juga belum diprioritaskan untuk melaksanakan pendidikan politik sebagaimana perintah UU Parpol," jelasnya.
Selain soal transparansi, Yusak menilai penguatan oposisi dalam parlemen sama pentingnya. Ia mengingatkan bahwa demokrasi sehat tidak bisa terwujud bila seluruh partai hanya menjadi pendukung pemerintah.
"Kalau semua parpol pro pemerintah, DPR hanya menjadi alat stempel. Fungsi alat kontrol tidak bisa optimal," tuturnya.
Menurut Yusak, stabilitas politik tidak selalu identik dengan dukungan penuh dari semua fraksi. Ia mencontohkan masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono yang tetap stabil meski PDIP memilih berada di luar pemerintahan. Demokrasi, kata dia, justru hidup karena adanya keseimbangan antara pemerintah dan oposisi.
Yusak menambahkan, Presiden Prabowo tidak perlu khawatir bila ada partai besar seperti PDIP yang memilih sikap oposisi. Dukungan rakyat tetap menjadi faktor utama, sementara pilar demokrasi lain seperti pers dan masyarakat sipil akan terus berperan sebagai pengawas.
"Demokrasi memang ‘berisik’, tapi kalau bisa dikelola dengan baik, justru akan memperkuat institusionalisasi demokrasi di semua lini kehidupan," jelasnya.
Gerakan 17+8 Tuntutan Rakyat muncul sebagai respons atas krisis demokrasi pasca demonstrasi besar pada 28 Agustus hingga awal September 2025. Dalam tuntutan jangka pendek, rakyat mendesak pemerintah, DPR, TNI, Polri, hingga partai politik melakukan langkah-langkah cepat seperti menghentikan kriminalisasi demonstran, membekukan kenaikan gaji DPR, serta menindak aparat yang melakukan kekerasan.
Dalam 8 tuntutan jangka panjang yang harus dipenuhi hingga 31 Agustus 2026, salah satu fokus utama adalah reformasi partai politik. Isinya menegaskan dua hal pokok, yaitu partai politik wajib mempublikasikan laporan keuangan secara terbuka setiap tahun, dan DPR harus memastikan fungsi oposisi benar-benar berjalan sebagai alat kontrol.
Selain reformasi parpol, tuntutan jangka panjang juga mencakup bersih-bersih DPR, reformasi perpajakan, pengesahan UU Perampasan Aset, perbaikan sistem kepolisian, penegasan posisi TNI kembali ke barak, penguatan Komnas HAM, serta evaluasi kebijakan ekonomi dan ketenagakerjaan. (H-4)