Presiden AS Donald Trump akan menandatangani Keppres mengubah nama Kementerian Pertahanan menjadi Kementerian Perang. Hal ini diungkapkan oleh pejabat Gedung Putih.
Berdasarkan dokumen yang diungkap Gedung Putih, dikutip dari Reuters, Jumat (5/9), Keppres itu akan mendelegasikan Menhan Pete Hegseth, Kementerian Pertahanan dan pejabat di bawahnya untuk menggunakan gelar sekunder seperti 'Menteri Perang', 'Kementerian Perang', dan 'Wakil Menteri Perang' dalam korespondensi resmi dan komunikasi publik.
Hegseth juga diinstruksikan untuk merekomendasikan tindakan legislatif dan eksekutif yang diperlukan agar pergantian nama kementerian permanen.
Sejak kembali menjabat presiden pada Januari lalu, Trump berupaya mengganti berbagai nama tempat dan institusi seperti Teluk Meksiko dan mengembalikan nama asli pangkalan militer yang diubah setelah protes keadilan rasial.
Perubahan nama kementerian jarang dilakukan dan membutuhkan persetujuan Kongres. Meski demikian, Partai Republik memegang suara mayoritas tipis di Senat dan DPR, dan pemimpin kongres Republik tampaknya tidak terlalu tertarik menentang inisiatif Trump.
Kementerian Pertahanan memang sempat disebut Kementerian Perang hingga 1949. Saat itu, Kongres menggabungkan Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara setelah Perang Dunia II. Nama itu dipilih salah satunya untuk menandakan bahwa di era nuklir, AS akan fokus pada pencegahan perang.
Perubahan nama membutuhkan biaya besar dan memerlukan pembaruan tanda dan kop surat tidak hanya oleh pejabat di Pentagon di Washington DC, tapi juga di seluruh instalasi militer di seluruh dunia.
Mantan Presiden Joe Biden juga sebelumnya pernah berupaya mengubah nama 9 pangkalan militer, yang diperkirakan memerlukan anggaran USD 39 juta. Namun, upaya itu dibatalkan oleh Hegseth awal tahun ini.
Meski rencana perubahan nama menuai kritik, Hegseth mengatakan perubahan nama kementerian bukan sekadar kata, tapi tentang etos kepahlawanan.