43 Persen Kasus Femisida Berawal dari KDRT dan Kekerasan dalam Pacaran

1 month ago 5
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online
 siam.pukkato/ShutterstockIlustrasi foto wanita menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) Foto: siam.pukkato/Shutterstock

Kasus femisida masih menjadi masalah serius di berbagai belahan negara, termasuk Indonesia. Ini merupakan pembunuhan terhadap perempuan, menjadi bentuk paling ekstrim dari kekerasan berbasis gender.

Menurut laporan femisida 2024 bertajuk “Menelusuri Kekerasan Berlapis: Ruang Aman Diabaikan, nyawa Perempuan Dikorbankan” yang dirilis oleh Jakarta Feminist, kasus femisida yang masih banyak terjadi. Mirisnya, kasus ini berawal dari hubungan kasih sayang.

209 Perempuan Hilang Nyawa di Tahun 2024

 Chinnapong/ShutterstockIlustrasi foto perempuan. Foto: Chinnapong/Shutterstock

Data dalam laporan tersebut mencatat bahwa sepanjang tahun 2024, sebanyak 209 perempuan menjadi korban femisida di Indonesia. Jika dirata-ratakan, maka setiap dua hari sekali, ada satu perempuan dibunuh.

Ini bukan sekadar angka statistik, tetapi cerminan dari kegagalan dalam melindungi perempuan dari kekerasan yang mematikan.

Kasus Femisida Berawal dari KDRT atau Kekerasan dalam Pacaran

 Tinnakorn  jorruang/ShutterstockIlustrasi perempuan sedang termenung. Foto: Tinnakorn jorruang/Shutterstock

Ladies, laporan tersebut juga mengungkap bahwa 43 persen dari kasus femisida berakar dari kekerasan dalam hubungan kasih sayang, seperti kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan kekerasan dalam pacaran. Hubungan yang seharusnya dibangun atas dasar cinta dan kepercayaan justru menjadi ruang kekerasan yang pada akhirnya merenggut nyawa perempuan.

Lebih mengkhawatirkan, angka ini meningkat dibanding tahun sebelumnya yang mencatat 37 persen. Artinya, kekerasan dalam relasi pribadi kian menjadi jalur menuju femisida.

Rumah Bukan Lagi Tempat yang Aman Bagi Perempuan

 HTWE/ShutterstockIlustrasi perempuan ketakutan. Foto: HTWE/Shutterstock

Salah satu temuan yang paling memilukan dari laporan tersebut adalah bahwa lebih dari setengah kasus femisida, tepatnya 53 persen terjadi di sekitar area rumah korban. Tempat yang seharusnya menjadi ruang paling aman, justru menjadi lokasi paling mematikan bagi sebagian perempuan.

Sisanya, femisida terjadi di ruang publik seperti sekolah, kebun, jalanan, atau tempat kerja. Namun tetap saja, fakta bahwa rumah menjadi lokasi paling dominan menunjukkan bahwa bahaya kerap datang dari lingkungan terdekat.

“Ternyata rumah bukan jadi tempat yang aman buat perempuan. Rumah justru jadi tempat di mana perempuan meregang nyawa. Parahnya, kalau terjadi kekerasan, masih banyak di antara kita yang menganggap itu urusan privasi rumah tangga. Padahal, kalau tidak diintervensi bisa jadi femisida atau pembunuhan terhadap perempuan,” ujar Nur Khofifah, Program Officer Jakarta Feminist.

Indonesia Tak Memiliki Undang-Undang Femisida

 fizkes/ShutterstockIlustrasi perempuan yang sedang bersedih. Foto: fizkes/Shutterstock

Sayangnya, meskipun kasus-kasus ini nyata dan terus terjadi, hingga saat ini Indonesia belum memiliki undang-undang khusus yang mengakui femisida sebagai bentuk kejahatan berbeda dari pembunuhan biasa (homicide). Ini menciptakan kekosongan hukum yang serius dalam perlindungan terhadap perempuan.

Dr. Erni Mustikasari, Deputi V Kemenko Polhukam, menjelaskan bahwa dalam KUHP Nasional, pembunuhan terhadap perempuan tidak diatur secara spesifik. Meskipun ada ketentuan pemberatan pidana misalnya penambahan sepertiga hukuman jika korban adalah istri atau anak, namun itu belum cukup untuk mengkategorikan femisida sebagai tindak pidana khusus.

“UU Specialis seperti UU PKDRT, UU Perlindungan Anak, UU PTPPO atau UU TPKS tidak mengatur delik pembunuhan, melainkan kekerasan mengakibatkan mati, yang berbeda

dengan delik pembunuhan karena ditujukan terhadap tubuh bukan merampas nyawa. UU terkait HAM mengakui diskriminasi menurut jenis kelamin, namun delik yang diatur hanya delik berat terhadap HAM yaitu genosida dan delik kemanusiaan,” ujar Erni.

Siti Aminah Tardi, Komisioner Komnas Perempuan 2020–2025, menyoroti kekosongan hukum ini karena banyak negara yang sudah memasukan femisida kedalam undang-undang khusus.

“Kalau di negara lain, ada Undang-Undang khusus soal femisida seperti di Costa Rica, Nicaragua, dan Venezuela. Di Peru dan Chili, femisida masuk dalam KUHP. Sementara di Brazil dan Argentina, femisida jadi pemberat hukuman. Nah sekarang pertanyaannya: Indonesia mau seperti apa?” pungkasnya.

Read Entire Article