Desa Ngadiwono, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, yang berada di ketinggian 1.800 mdpl, bakal jadi tuan rumah kembalinya kejuaraan 76 Indonesian Downhill (IDH) URBAN season 2025. Kejuaraan bergengsi yang memadukan balap sepeda downhill namun dengan lintasan di area urban alias pemukiman penduduk ini bakal comeback usai absen cukup lama sejak 2019 yang lalu. Ratusan downhiller elite, komunitas downhill, hingga pecinta olahraga extreme siap meramaikan dan berkompetisi di kejuaraan ini pada 13-14 September mendatang.
Sedikit berbeda dengan seri 76 Indonesian Downhill (IDH) 2025 yang berstatus points race berlisensi Union Cycliste Internationale (UCI), 76 IDH Urban diposisikan sebagai non-series yang lebih mengedepankan kombinasi kompetisi sengit, sportainment yang mendekatkan olahraga ekstrem ini langsung ke tengah-tengah masyarakat, serta sport tourism. Format tersebut menjadikan kompetisi ini unik dan termasuk langka di kancah balap sepeda menantang gravitasi, baik di Indonesia maupun Asia Tenggara.
Agnes Wuisan dari 76 Rider selaku penyelenggara mengungkapkan bahwa kembalinya 76 IDH Urban 2025 merupakan bagian dari komitmen untuk terus menghadirkan inovasi dan keberagaman kompetisi dalam disiplin downhill. Ia juga menyebut bahwa 76 IDH Urban juga menjadi cara untuk semakin mempopulerkan downhill ke masyarakat, sekaligus menghidupkan potensi dan pemberdayaan ekonomi lokal lewat sports tourism.
“Tahun ini momentum yang tepat untuk kembali menggulirkan 76 IDH Urban. Karena urban downhill memang berbeda, bukan semata-mata kompetisi, tapi ada sisi entertainment yang kuat. Treknya melewati perkampungan dan dekat dengan warga, sehingga atmosfernya akan terasa spesial bagi rider maupun penonton. Melalui event ini kami ingin downhill dikenal lebih luas, sekaligus membuka peluang sports tourism yang mendorong ekonomi lokal,” kata Agnes.
Lokasi track yang melintasi pemukiman warga Desa Ngadiwono, juga bakal memberikan tantangan baru sekaligus penyegaran bagi para downhiller. Terletak di Lereng Gunung Bromo dengan suhu berkisar 17-24 derajat celcius, kampung yang dihuni mayoritas Suku Tengger ini punya karakter lintasan yang menantang dan berbeda dibanding downhill konvensional. Event Director 76 IDH Urban, Aditya Nugraha, mengatakan meski tak masuk agenda UCI seperti seri 76 IDH, namun standar kejuaraan tetap dijaga maksimal.
“76 IDH Urban di Ngadiwono lintasannya berada di ketinggian sekitar 1.800 mdpl dan memiliki panjang 1,1 km. Untuk karakteristiknya, di section awal kami susun lebih technical, yaitu melewati jalur-jalur sempit perkampungan dengan belokan yang rapat. Sementara section bawah jelang finish akan lebih high speed, termasuk dengan tambahan obstacle buatan,” Aditya menjelaskan.
Dengan karakteristik track urban tersebut, Aditya menambahkan, jalannya lomba dipastikan bakal menghadirkan aksi-aksi seru nan menghibur dari para downhiller yang bisa disaksikan langsung masyarakat lebih dekat. Perangkat perlombaan juga dipersiapkan maksimal demi menyajikan hiburan yang menarik lewat aksi-aksi ekstrem para peserta.
“Sehingga dengan konsep urban downhill ini, kejuaraan akan semakin seru, kompetitif, dan memberikan tontonan yang menarik bagi masyarakat, dan penggemar olahraga sepeda downhill,” imbuhnya.
76 IDH Urban 2025 akan memperlombakan 12 kategori, mulai dari Men Elite, Men Junior, Women Open, Men Youth, hingga berbagai kelas Men Master E, D, C, B, A, dan Sport C, B, A. Dengan konsep 70% kompetisi dan 30% entertainment & community engagement, balapan ini diproyeksikan akan menjadi salah satu highlight di kalender balap sepeda gunung tahun ini.