Rancangan Undang-undang (RUU) Perampasan Aset kembali jadi sorotan, usai demo ricuh di DPR dan berbagai daerah lainnya. RUU Perampasan Aset memang mandek di DPR sejak 2015.
Wakil Badan Legislasi DPR RI Sturman Panjaitan menceritakan mengapa RUU Perampasan Aset mandek dari periode sebelumnya. Ia mengatakan ada beberapa pasal dari draft rancangan pemerintah itu bertabrakan dengan aturan lainnya.
“Menurut Ketua Baleg bahwa itu (draft RUU Perampasan Aset) belum pas karena bertabrakan dengan undang-undang yang ada,” kata Sturman saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (4/9).
“Kemarin yang lalu itu drafnya konon kabarnya belum pas, bertabrakan, jadi kalau kita diskusikan nanti panjang ceritanya,” jelasnya.
Oleh karena itu, ia mengatakan jika RUU Perampasan Aset akan kembali dibahas maka pemerintah dan DPR harus memastikan isi dalam rancangan aturan itu tidak tumpang tindih dengan aturan lainnya yang berlaku.
“Yang penting adalah jangan sampai bertentangan, bertabrakan dengan UU yang sudah ada, itu aja, konsep yang lama itu, kami juga belum dapet di badan legislasi,” katanya.
“Misalnya belum tersangka, baru dimintai keterangan, disangkakan, langsung asetnya dirampas,” tutur politisi PDIP itu.
Alasan serupa sebenarnya juga mendasari keputusan Ketua Badan Legislasi DPR RI, Bob Hasan, untuk memasukkan RUU Perampasan Aset dalam daftar Prolegnas jangka menengah di periode kali ini.
Sebab pemerintah dan DPR ingin memastikan dengan RUU ini tidak hanya pelaku pidana korupsi yang terdampak pemiskinan tetapi juga pidana umum. Itu sebabnya RUU Perampasan Aset ini masih mengantre di belakang RUU KUHAP dan RUU Polri.