Dalam surat ke Badan Perlindungan AS Environmental Protection Agency (EPA) yang dikirim Juli lalu, Badan Pemerintah China menilai rencana memangkas insentif bagi solar terbarukan yang diproduksi dari bahan baku impor akan mengganggu perdagangan, merugikan produsen bahan bakar AS, dan melemahkan upaya untuk memangkas emisi karbon.
Kekhawatiran ini sejalan dengan keberatan yang diajukan oleh perusahaan minyak besar seperti Exxon Mobil Corp, Chevron Corp, hingga produsen diesel hijau Diamond Green Diesel LLC.
Berdasarkan proposal EPA Juni lalu, solar terbarukan yang terbuat dari bahan impor hanya akan diberikan setengah dari kredit yang diberikan untuk biofuel yang diproduksi dari bahan baku domestik.
Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan produksi biofuel dari bahan baku domestik yang diharapkan dapat membatasi impor bahan baku seperti minyak bekas dan lemak sapi.
Langkah ini telah didukung oleh lobi petani dan pengolah tanaman termasuk Asosiasi Pengolah Biji Minyak Nasional AS yang diharapkan dapat meningkatkan permintaan domestik untuk minyak kedelai ditengah dampak tarif ekspor.
Namun demikian, analis Bloomberg Intelligence Brett Gibbs menyebut sebagian besar kilang minyak besar telah membangun fasilitas diesel terbarukan yang dirancang untuk impor bahan baku melalui jalur air.
"Mereka tidak ingin ada hambatan buatan yang memaksa pabrik-pabrik ini untuk mencoba membeli bahan baku domestik yang utamanya dikirim melalui kereta api dan truk, yang merugikan mereka dibandingkan beberapa pemain domestik,” kata Brett Gibbs dikutip dari Bloomberg, Sabtu (6/9).
Sementara itu, wakil direktur jenderal perdagangan global China Jiao Yang menilai rencana ini dapat menekan margin keuntungan dari rantai pasokan dan berpotensi membuat beberapa perusahaan kecil dan menengah di AS gulung tikar.
EPA diperkirakan akan membuat keputusan akhir kewajiban pencampuran dan kebijakan kredit biofuel untuk 2026 dan 2027 pada akhir Oktober mendatang.