Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita melakukan sosialisasi program Kredit Industri Padat Karya (KIPK) bagi para pelaku industri di Bali. Menurutnya, industri berbasis budaya menjadi salah satu penopang ekonomi di Bali, selain pariwisata.
"Salah satu sektor yang gencar dikembangkan di Bali seperti sektor pakaian jadi, tekstil, furnitur, kulit , barang dari kulit dan alas kaki, makanan dan minuman, hingga kerajinan," ujar Menperin dalam keterangannya, Minggu (7/9).
Pergerakan industri Bali yang dinamis dalam beberapa tahun terakhir menjadi sinyal bahwa diperlukan dukungan pembiayaan yang tepat, agar daya saing industri di Bali meningkat. Agus menjelaskan, KIPK mempermudah pelaku industri untuk mendapatkan pembiayaan.
“Program ini menjadi tonggak penting karena memberikan akses pembiayaan dengan subsidi bunga sehingga pelaku industri padat karya bisa meningkatkan produktivitas, memperluas lapangan kerja, sekaligus menjaga ketahanan ekonomi nasional,” jelasnya.
Program KIPK menyediakan fasilitas pinjaman mulai dari Rp 500 juta hingga Rp 10 miliar, sementara pemerintah memberikan subsidi bunga atau marjin sebesar 5 persen. Jangka waktu pinjaman yang fleksibel hingga delapan tahun, memberi ruang bagi pelaku industri untuk melakukan ekspansi maupun modernisasi peralatan produksi dan modal kerja.
Adapun total nilai pinjaman yang dialokasikan untuk seluruh industri padat karya yang eligible mendapatkan subsidi bunga senilai Rp 260 miliar, yaitu sekitar Rp 20 triliun.
Dalam kesempatan yang sama, Gubernur Bali, Wayan Koster menilai kehadiran KIPK sangat tepat waktu untuk mendukung transformasi ekonomi Bali. “KIPK bukan hanya membantu menjaga keberlangsungan industri, tetapi juga selaras dengan konsep Ekonomi Kerthi Bali yang menekankan pertumbuhan berkelanjutan, ramah lingkungan, dan berpijak pada kearifan lokal,” ujarnya.
Ia menambahkan, Bali membutuhkan instrumen pembiayaan seperti ini agar pelaku industri dapat terus meningkatkan kapasitas sekaligus membuka lapangan kerja baru.
Sosialisasi KIPK di Bali turut dirangkaikan dengan penandatanganan Perjanjian Kerja Sama Pembiayaan (PKP) antara Kementerian Perindustrian dengan PT BPD Daerah Istimewa Yogyakarta (BPD DIY) sebagai bank penyalur. Dengan demikian Kementerian Perindustrian telah melakukan PKP dengan 6 Bank Penyalur yaitu BPD Bali, BPD Jateng, Bank Mandiri, Bank BNI, BPD Kalteng, dan BPD DIY.
Direktur Jenderal Ketahanan Perwilayahan dan Akses Industri Internasional (KPAII) Tri Supondy menyampaikan, KIPK diluncurkan sebagai tindak lanjut arahan Presiden untuk memperkuat sektor padat karya seperti industri makanan dan minuman, tekstil, pakaian jadi, kulit, barang dari kulit dan alas kaki, furnitur, serta mainan anak.
“Melalui KIPK, kami ingin memastikan industri padat karya bisa tumbuh berdaya saing, berkontribusi lebih besar pada perekonomian, serta memperluas kesempatan kerja bagi masyarakat,” jelasnya.
Berdasarkan data Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas), setidaknya terdapat 3.739 pelaku industri yang berpotensi menerima manfaat program ini. Kemenperin terus berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait, pemerintah daerah, dan Bank Penyalur agar pelaku industri yang belum terdaftar dapat segera mengakses program KIPK dengan lebih mudah.
Selain Bali, sosialisasi KIPK juga akan digelar di sejumlah daerah di Indonesia yang memiliki basis industri padat karya. Kemenperin berharap semakin banyak pelaku usaha yang mengenal program ini dan tertarik memanfaatkannya, sehingga dampaknya dapat dirasakan di seluruh Indonesia.