Gelombang demonstrasi yang melanda Jakarta dan sejumlah daerah pada akhir Agustus menimbulkan perhatian serius lembaga pemeringkat internasional, Fitch Ratings.
Aksi yang berawal dari penolakan rencana kenaikan tunjangan DPR dan berujung bentrokan hingga menewaskan seorang sopir pengiriman barang, dinilai berpotensi menekan ruang fiskal pemerintah serta mempengaruhi prospek pertumbuhan ekonomi.
Director Sovereigns Fitch Ratings, George Xu, menegaskan ketegangan sosial yang berujung pada kekerasan dapat berdampak langsung terhadap kredibilitas fiskal pemerintah.
“Protes yang diwarnai kekerasan ini dapat berdampak negatif terhadap profil kredit pemerintah jika hal tersebut menghambat prospek pertumbuhan jangka menengah. Atau jika pemerintah berupaya mengurangi ketegangan sosial dengan meningkatkan pengeluaran secara signifikan, yang menambah risiko penyimpangan fiskal di sekitar target anggaran yang baru-baru ini kami soroti,” ujarnya dalam laman resmi Fitch Ratings, dikutip Minggu (7/9).
Meskipun pemerintah kemudian mencabut kenaikan tunjangan DPR, Fitch menilai akar permasalahan belum terselesaikan. Xu menyebut ketidakpuasan masyarakat terkait tingginya biaya hidup dan lemahnya kondisi ekonomi masih akan menjadi tantangan politik, bahkan di tengah mayoritas parlemen yang dimiliki koalisi pemerintah.
Selain itu, belanja besar-besaran untuk program prioritas, seperti makanan gratis, dinilai berpotensi memperburuk tensi sosial.
Menurut Fitch, kebijakan yang kontroversial bukan kali ini saja memicu gejolak. Amandemen undang-undang pada Maret 2025 yang mengurangi pembatasan peran militer dalam politik juga telah menyulut protes berskala besar. Kerusuhan yang berulang, dikhawatirkan dapat mengikis kepercayaan investor, melemahkan sentimen bisnis, serta menghambat arus masuk investasi asing langsung (FDI) ke Indonesia.
Jika aliran FDI melemah, Indonesia berisiko semakin bergantung pada arus portofolio yang volatil untuk menutup defisit transaksi berjalan. Fitch memproyeksikan defisit transaksi berjalan akan mencapai 1,3 persen PDB pada 2025 dan naik ke 1,7 persen pada 2026. Kendati demikian, Xu menilai cadangan devisa Indonesia yang cukup besar masih menjadi penyangga dalam menghadapi risiko eksternal.
Pada Maret 2025, Fitch telah menegaskan peringkat kredit Indonesia di level ‘BBB’ dengan outlook stabil. Namun, lembaga itu mengingatkan indikator tata kelola Indonesia relatif lemah dibandingkan negara lain di kategori yang sama, khususnya dalam hal stabilitas politik. Xu menekankan, rendahnya indikator tersebut selaras dengan potensi munculnya kerusuhan sosial secara berkala.
“Terdapat risiko bahwa ketegangan sosial yang berkepanjangan juga dapat membebani area lain di mana Indonesia mendapat skor lebih baik daripada negara-negara tetangganya yang berada di peringkat ‘BBB’, seperti efektivitas pemerintahan, misalnya jika pembuatan kebijakan ekonomi terpengaruh secara negatif,” katanya.