DUA puluh satu tahun telah berlalu. Siapa dalang pembunuhan Munir Said Thalib belum juga terungkap. Aktivis hak asasi manusia itu tewas diracun dalam penerbangan dari Jakarta menuju Amsterdam, Belanda, pada 7 September 2004.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sempat membentuk tim pencari fakta (TPF) untuk menyelidiki kematian Munir lewat Keputusan Presiden Nomor 111 Tahun 2004. Tim tersebut telah menyelidiki dan menyusun laporan hasil investigasi mereka atas kasus Munir. Namun, dokumen tersebut tidak pernah dibuka ke publik hingga masa jabatan SBY sebagai presiden berakhir pada 2014.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Kekuasaan berpindah ke Joko Widodo. Jokowi sempat membawa harapan untuk menuntaskan kasus kematian Munir. Dua tahun menjabat sebagai presiden, Jokowi berjanji untuk menuntaskan kasus Munir. Dia memerintahkan Kejaksaan Agung untuk kembali mengusut kasus ini di tengah polemik hilangnya dokumen TPF di Kementerian Sekretariat Negara pada 2016. Jokowi juga gagal mengungkap kasus Munir hingga lengser pada Oktober 2024.
Dokumen TPF menjadi bagian penting untuk mengungkap kasus Munir. Hasil penyelidikan TPF telah menyeret pilot Garuda Indonesia, Pollycarpus Budihari Priyanto. Pollycarpus didakwa melarutkan senyawa arsenik ke dalam minuman Munir. Ia divonis hukuman 20 tahun penjara atas tindakan itu, namun telah dibebaskan pada 2018 setelah memperoleh beberapa kali remisi. Dua tahun berselang, Pollycarpus meninggal karena Covid-19.
Pengusutan kasus Munir kembali mendapat harapan setelah Komisi Nasional HAM menyetujui pembentukan tim ad hoc penyelidikan pelanggaran HAM Berat berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Publik berharap tim ad hoc bisa menetapkan peristiwa kematian Munir sebagai pelanggaran HAM berat serta menyeret aktor intelektual di balik kematian pria asal Malang, Jawa Timur itu.
Tempo telah menemui sejumlah narasumber untuk mengetahui aktivitas Munir selama masih hidup hingga peristiwa kematiannya. Kami telah menemui istri Munir, Suciwati; Ketua Komnas HAM Anis Hidayah; mantan anggota Komnas HAM, Choirul Anam; Direktur Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid; hingga anggota TPF untuk mengetahui rekam jejak Munir.
Mulai hari ini, Tempo akan menuliskan kembali kasus kematian Munir yang sudah 21 tahun berlalu. Lewat edisi khusus ini Tempo kembali mengingatkan bahwa kematian Munir bukan hanya soal menghukum pelaku, tapi juga untuk menghapus impunitas yang menyelimuti kasus ini. Selamat membaca.