PENELITI Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Siti Zuhro menilai pernyataan Presiden Prabowo Subianto ihwal makar terlalu dini. Menurut dia, kerusuhan dampak aksi massa, meski menimbulkan korban jiwa dan kerusakan, tidak otomatis bisa dikategorikan sebagai upaya menggulingkan pemerintahan yang sah.
Dia menjelaskan, makar baru bisa disematkan apabila terdapat indikasi nyata untuk meruntuhkan pemerintah yang berdaulat. “Protes, demonstrasi, lalu berkembang jadi amuk massa yang merusak, bahkan menimbulkan korban, itu tidak identik dengan makar,” ujar Siti Zuhro saat ditemui di kompleks parlemen, Senayan, Kamis, 4 September 2025.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Siti mengingatkan agar pemerintah berhati-hati dalam menggunakan istilah makar. “Mungkin ada provokator. Tapi untuk disimpulkan itu makar, terlalu dini. Saya sangat tidak percaya ada makar hari gini,” ujar dia.
Siti merespons pernyataan Presiden Prabowo yang menyebut pembakaran kantor DPRD Sulawesi Selatan sebagai makar. Saat menjenguk anggota Polri yang terluka dalam demonstrasi di Rumah Sakit Polri, Kramat Jati, Jakarta, 1 September lalu, Prabowo mengungkapkan kemarahannya atas insiden yang menewaskan empat aparatur sipil negara (ASN) di Makassar.
Ia memerintahkan pengusutan tuntas siapa saja yang berada di balik aksi tersebut. “Ingat! Di Sulawesi Selatan ada empat ASN, orang tidak bersalah, orang tidak berpolitik menjadi korban. Gedung DPRD dibakar, ini tindakan makar, dan bukan penyampaian aspirasi,” ujar Prabowo.
Insiden di Makassar, Sulawesi Selatan, terjadi ketika demonstrasi menolak sejumlah kebijakan pemerintah daerah berujung ricuh. Massa membakar Gedung DPRD, menyebabkan kerusakan parah dan menewaskan empat ASN yang sedang bertugas di dalam gedung.
Meski ada potensi provokasi dalam aksi itu, Siti menegaskan, pemerintah tidak bisa gegabah memberi label makar. “Kerusuhan massa biasanya lahir dari ekspresi marah kolektif, bukan niatan untuk menggulingkan pemerintah,” ujar dia.
Dalam kesempatan terpisah, Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis Agung Baskoro menilai, pernyataan Presiden patut dilihat sebagai peringatan dini (early warning system), yang perlu diselidiki secara menyeluruh dan tidak hanya menuding kelompok demonstran. “Kita tidak bisa menutup mata karena ada korban jiwa. Karena itu, kasus ini harus disidik sampai tuntas siapa saja oknum terlibat,” ujar Agung saat dihubungi, Kamis, 4 September 2025.
Agung mengatakan, tuduhan makar tidak seharusnya diarahkan tunggal kepada massa aksi. Menurut dia, aparat keamanan pun tidak menutup kemungkinan turut bertanggung jawab. “Untuk membakar gedung itu butuh sumber daya besar, seperti api, bensin, dan sebagainya. Itu pekerjaan besar, bukan hal sederhana,” ujar dia.