
POLRES Pekalongan menetapkan 11 orang yakni 4 orang dewasa dan 7 anak sebagai tersangka dalam kasus pembakaran Komplek Kantor Wali Kota dan Gedung DPRD Kota Pekalongan dalam aksi demonstrasi berujung anarkis yang terjadi Sabtu (30/8) lalu.
Pemantauan Media Indonesia Selasa (2/9) empat dari 11 tersangka dalam kasus pembakaran Komplek Kantor Wali Kota dan Gedung DPRD Kota Pekalongan tampak menunduk ketika digiring petugas dari ruang pemeriksaan dengan mengenakan seragam tahanan warna biru.
"Tujuh tersangka masih anak-anak, sehingga tidak bisa kita perlihatkan," kata Kepala Polres Pekalongan Kota Ajun Komisaris Besar Riki Yariandi Selasa (2/9).
Menurut Riki, para tersangka memiliki peran berbeda dalam demonstrasi berbuntut anarkis tersebut, mulai dari pelaku pembakaran, penganiayaan dan penyerangan terhadap aparat hingga penghasutan yang memicu massa bertindak brutal. Mereka dijerat dengan pasal berlapis.
Sejumlah pasal dijeratkan kepada para tersangka, lanjut Riki, yakni Pasal 170 tentang pengeroyokan, Pasal 187 tentang pembakaran, Pasal 363 tentang pencurian dan pasal dalam Undang-Undang ITE terkait provokasi. "Kita menduga, aksi anarkis ini dipicu oleh hasutan yang meniru peristiwa kerusuhan di Jakarta," tambahnya.
Saat peristiwa itu terjadi, ungkap Riki, situasi Kota Pekalongan selama ini cukup kondusif dan dalam kondisi aman tanpa permasalahan serius. Namun secara tiba-tiba diduga ada pihak yang memanfaatkan momentum, sehingga aksi solidaritas yang awalnya berupa unjuk rasa berubah menjadi kerusuhan besar.
Guna mengungkap lebih jelas, penyidik masih mendalami dalang utama penggerak massa hingga menjadi anarkis. Polisi juga telah mengumpulkan sejumlah barang bukti seperti rekaman video dan foto yang memperlihatkan identitas pelaku serta barang jarahan yang sebagian mulai dikembalikan.
RASA PRIHATIN
Wali Kota Pekalongan Achmad Afzan Arslan Djunaid mengatakan rasa prihatin dan penyesalan mendalam atas peristiwa tersebut, bahkan perlu disoroti fakta bahwa sebagian besar pelaku justru berasal dari kalangan pelajar yang masih di bawah umur.
“Saya sangat prihatin karena dari 11 orang yang diamankan, 7 di antaranya masih anak-anak. Ini patut menjadi perhatian serius bagi kita semua,” ujar Achmad.
Melihat kondisi ini, menurut Achmad, Pemkot Pekalongan telah berkoordinasi dengan pihak sekolah untuk memastikan kondisi pelajar tetap terkendali. "Untuk siswa SD dan SMP yang menjadi kewenangan Dindik kota sudah kita lakukan pemantauan. Namun SMA/SMK menjadi kewenangan provinsi," ujarnya.
Selain itu, Achmad juga meminta orang tua dan sekolah lebih proaktif menjaga anak-anak agar tidak mudah terpengaruh isu yang tidak benar. "Kita tidak ingin saling menyalahkan atau mencari kambing hitam. Mari kita fokus menjaga keamanan kota bersama-sama,” imbuhnya. (E-2)