Revolusi Kader Partai

7 hours ago 1
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online

Oleh : Dr Kuncoro Hadi, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Al Azhar Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah paradoks besar membayangi lanskap demokrasi Indonesia. Kita adalah bangsa yang begitu bersemangat merayakan pemilihan umum dengan partisipasi publik yang tinggi. Namun pada saat yang sama, kita juga adalah masyarakat yang paling skeptis terhadap institusi yang menjadi pilar utama demokrasi itu sendiri: partai politik. 

Di atas kertas, partai-partai seharusnya berfungsi sebagai jembatan antara aspirasi rakyat dan kekuasaan. Mereka adalah mesin yang menyeleksi dan mencetak calon-calon pemimpin terbaik. Namun, realitanya seringkali berbeda. Publik kerap melihat partai hanya sebagai kendaraan untuk mencapai kekuasaan belaka, bukan sebagai wadah perjuangan ideologi atau cita-cita luhur. Kesenjangan ini menciptakan krisis kepercayaan yang mendalam, sebuah masalah yang tidak bisa lagi kita abaikan.  

Krisis kepercayaan ini tidak terjadi tanpa sebab. Akarnya terletak pada kegagalan sistem kaderisasi yang, alih-alih berfokus pada kualitas, seringkali lebih mengutamakan popularitas atau kekuatan finansial. Fenomena ini sangat mirip dengan "Peter Principle" dalam dunia politik, di mana seorang individu dipromosikan ke tingkat yang lebih tinggi berdasarkan keberhasilan di posisi sebelumnya, bukan karena kompetensi yang dibutuhkan di posisi baru. 

Bayangkan seorang kader yang mahir menggalang massa di tingkat lokal, tetapi ketika ditempatkan di kursi parlemen, ia tidak memiliki keterampilan untuk merumuskan kebijakan publik yang kompleks atau menavigasi proses legislasi. Hasilnya, kita kehilangan orang-orang yang seharusnya menjadi pemimpin berintegritas dan profesional, dan yang ada hanya individu yang tidak sepenuhnya siap untuk mengemban amanah. Untuk memutus siklus ini, diperlukan sebuah terobosan fundamental dalam cara partai politik mendidik dan melatih kadernya.  

Terobosan itu adalah adopsi Kurikulum Berbasis Hasil, atau yang dikenal dengan Outcome-Based Education (OBE). Berbeda dari model pendidikan tradisional yang berfokus pada "apa yang diajarkan" atau "berapa lama waktu yang dihabiskan di kelas", OBE membalikkan prosesnya. Model ini dimulai dengan satu pertanyaan krusial: "Apa yang harus diketahui dan mampu dilakukan oleh seorang kader setelah menyelesaikan program pendidikan?" Seluruh kurikulum, materi, dan metode pembelajaran kemudian dirancang secara terbalik untuk mencapai hasil yang terukur dan konkret tersebut. 

Ini adalah pergeseran dari proses yang berorientasi pada input ke sistem yang berpusat pada output. Tujuannya adalah memastikan bahwa setiap kader yang lulus bukan hanya sekadar memahami teori, tetapi benar-benar menguasai kompetensi yang diperlukan untuk menjadi pemimpin yang efektif dan profesional.  

Dalam konteks partai politik, profesionalisme kader adalah perpaduan dari tiga pilar utama: integritas, akuntabilitas, dan kompetensi. Integritas adalah fondasi moral yang memastikan adanya kesesuaian antara perkataan dan perbuatan. Seorang pemimpin berintegritas adalah sosok yang jujur, tulus, dan menolak untuk berkompromi pada prinsip-prinsip etis, bahkan dalam situasi yang sulit. Ia adalah sumber informasi yang dapat dipercaya dan bertindak sesuai kode etik. Akuntabilitas berarti komitmen total untuk bertanggung jawab atas setiap keputusan dan tindakan. 

Dalam hal ini, kader politik harus transparan dalam pengelolaan dana kampanye atau sumber daya partai, serta bersedia dimintai pertanggungjawaban atas kinerja mereka. Terakhir, kompetensi adalah seperangkat keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk menjalankan tugas politik secara efektif, mulai dari kemampuan intelektual untuk menganalisis kebijakan hingga keterampilan interpersonal untuk berkomunikasi dan memimpin tim.  

Lalu, bagaimana cara menerapkan model OBE ini? Langkah pertamanya adalah menetapkan profil kader yang diinginkan partai politik, lalu membuat Capaian Pembelajaran Lulusan (CPL) sebagai syarat pokok tercapainya profil lulusan kader. Partai harus berani mendefinisikan secara spesifik seperti apa sosok kader ideal yang mereka inginkan. Setelah profil ini disepakati oleh seluruh pemangku kepentingan, barulah kurikulum dirancang secara terbalik. Misalnya, jika profil lulusan adalah seorang legislator yang kompeten, maka pelatihan tidak bisa hanya berfokus pada ceramah tentang ideologi partai. Sebaliknya, modul harus mencakup pelatihan praktis seperti analisis kebijakan, perancangan undang-undang, dan simulasi debat publik.  

Metode pembelajaran pun harus bertransformasi. Alih-alih mengandalkan seminar dan pertemuan komunitas konvensional, program OBE harus mengintegrasikan berbagai metode interaktif. Penggunaan studi kasus nyata, yang menyerupai praktik di sekolah bisnis dan hukum terkemuka, dapat melatih kader untuk berpikir kritis dan mengambil keputusan dalam situasi yang kompleks. 

Simulasi negosiasi atau manajemen krisis juga akan mempersiapkan mereka untuk tantangan di lapangan. Selain itu, program mentoring yang menghubungkan kader junior dengan pemimpin senior berintegritas dapat menjadi sarana efektif untuk transfer pengetahuan dan pengalaman secara personal. Ini adalah cara untuk menciptakan loyalitas yang dibangun di atas nilai-nilai dan kompetensi, bukan sekadar patronase.  

Sistem penilaian juga harus revolusioner. Model OBE menuntut adanya penilaian yang berkesinambungan dan otentik, yang mengukur kemampuan nyata, bukan sekadar nilai ujian. Salah satu caranya adalah dengan mengadopsi penilaian 360 derajat, di mana seorang pemimpin tidak hanya dinilai oleh atasan, tetapi juga oleh rekan sejawat dan bawahan. 

Mekanisme ini dapat meningkatkan akuntabilitas dan memberikan gambaran yang lebih holistik tentang integritas dan kepemimpinan seseorang. Selanjutnya, uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) harus diubah dari formalitas menjadi penilaian komprehensif yang menguji moralitas, intelektualitas, dan kapabilitas kader secara mendalam. Matriks akuntabilitas dapat diterapkan untuk melacak kemajuan kader, senada dengan Survei Penilaian Integritas, yang mengukur persepsi internal dan eksternal tentang kejujuran dan etika.  

Tentu, jalan menuju reformasi ini tidaklah mudah. Partai akan menghadapi resistensi internal dari faksi-faksi yang khawatir posisinya terancam oleh sistem meritokrasi baru. Ada pula godaan eksternal untuk tetap mengutamakan elektabilitas pragmatis dengan merekrut figur-figur populer, terlepas dari pemahaman ideologis atau kompetensi mereka. Namun, tantangan-tantangan ini adalah ujian bagi visi jangka panjang partai politik.  

Ini bukan hanya tentang menciptakan kader yang lebih baik; ini tentang menyelamatkan masa depan demokrasi kita. Momennya telah tiba bagi partai politik untuk bangkit, meninggalkan praktik-praktik lama yang usang, dan berinvestasi secara serius pada pengembangan pemimpin sejati. Adopsi model OBE adalah langkah strategis yang akan memutus siklus disfungsi, membangun kembali kepercayaan publik, dan menempatkan profesionalisme sebagai inti dari setiap perjuangan politik. 

Dengan menerapkan kurikulum yang modern yang teruji dan berfokus pada hasil, partai politik dapat menunjukkan bahwa mereka benar-benar berfungsi sebagai lembaga yang mempersiapkan putra-putri terbaik bangsa untuk melayani, bukan hanya untuk berkuasa. Mari bersama-sama kita dorong transformasi ini, demi Indonesia yang lebih kuat, lebih adil, dan lebih berintegritas. 

Read Entire Article