Jakarta (ANTARA) - Analis mata uang sekaligus Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuabi menganggap penguatan nilai tukar (kurs) rupiah dipengaruhi peluang penurunan suku bunga sebesar 25 basis points (bps) mendekati 90 persen pada pertemuan Federal Open Market Committee bulan ini menurut CME FedWatch Tool.
“Investor meningkatkan taruhan mereka pada penurunan suku bunga pada bulan September setelah indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi AS terbaru sebagian besar sesuai dengan perkiraan,” katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin.
Mengutip Xinhua, inflasi inti AS yang diukur dengan indeks Personal Consumption Expenditure (PCE) naik 2,9 persen secara tahunan pada bulan Juli, tertinggi sejak Februari 2025. Secara bulanan, inflasi inti naik 0,3 persen dari bulan Juni 2025.
Mengingat indeks belum naik sebanyak yang diperkirakan, penurunan suku bunga diperkirakan terjadi pada bulan ini.
Baca juga: BI siap jaga rupiah tetap stabil dan likuiditas pasar memadai
Pada pekan ini, investor menunggu laporan penggajian non pertanian (nonfarm payrolls/NFP). Apabila menguat, maka akan memperkuat argumen untuk menurunkan suku bunga The Fed, sementara data yang lebih kuat dapat memaksa investor untuk mengurangi ekspektasi.
Ketegangan antara Gedung Putih dengan Bank Sentral AS juga masih terus berlanjut seiring keinginan Presiden AS Donald Trump untuk memberhentikan Anggota Dewan Gubernur Federal Reserve Lisa Cook dengan alasan dugaan penipuan hipotek pada tahun 2021.
“Cook telah menolak wewenang Trump untuk memberhentikannya dan telah mengajukan gugatan hukum yang menentang pemecatan tersebut,” ucap dia.
Meninjau sentimen dari dalam negeri, Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur Indonesia versi S&P Global naik ke 51,5 pada Agustus 2025 dari 49,2 pada bulan sebelumnya, level tertinggi sejak Maret.
Baca juga: Rupiah diprediksi melemah seiring kekhawatiran investor seputar demo
“Angka ini juga menandai ekspansi pertama dalam lima bulan terakhir, didorong oleh rebound output dan pesanan baru setelah empat bulan berturut-turut melemah,” ungkap Ibrahim.
Badan Pusat Statistik juga mencatat neraca perdagangan Indonesia (NPI) mengalami surplus 4,17 miliar dolar AS pada Juli 2025. NPI telah mengalami 63 bulan beruntun sejak Mei 2020.
“Surplus ini lebih tinggi dibandingkan dengan surplus pada bulan Juni lalu, sebesar 4,11 miliar dolar AS. Menurut BPS, penopang surplus pada bulan Juli ini adalah CPO (Crude Palm Oil) dan batu bara,” ujarnya.
Nilai tukar rupiah pada penutupan perdagangan Senin sore menguat sebesar 81 poin atau 0,49 persen menjadi Rp16.419 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.500 per dolar AS.
Baca juga: Rupiah pada Senin pagi menguat jadi Rp16.472 per dolar AS
Adapun Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada hari ini justru melemah ke level Rp16.463 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp16.461 per dolar AS.
Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Abdul Hakim Muhiddin
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.