BEBERAPA fraksi partai politik di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui peninjauan kembali serta penghentian tunjangan anggota Dewan yang tidak memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat dihentikan. Belakangan, tunjangan rumah anggota DPR menimbulkan polemik di masyarakat.
Salah satu fraksi yang menyetujui penghentian tunjangan adalah Fraksi Partai Gerindra. Ketua Fraksi Partai Gerindra DPR Budisatrio Djiwandono mengatakan fraksinya telah mendengar keluhan serta tuntutan masyarakat terutama mengenai tunjangan-tunjangan anggota Dewan yang mencederai perasaan dan kepercayaan rakyat.
“Untuk itu, kami siap untuk meninjau ulang, serta menghentikan tunjangan-tunjangan tersebut,” kata Budisatrio dalam keterangannya di Jakarta pada Sabtu, 30 Agustus 2025, seperti dikutip dari Antara.
Budisatrio juga menginstruksikan seluruh anggota DPR Fraksi Partai Gerindra tidak melakukan kunjungan kerja ke luar negeri. Dia memerintahkan seluruh anggota fraksinya tetap berada di Indonesia serta turun langsung berkomunikasi dan memahami keresahan masyarakat saat ini.
Dia juga mengingatkan seluruh anggota DPR lebih peka dan berempati agar tidak melukai perasaan serta kepercayaan masyarakat. Budisastro mengatakan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto menginstruksikan seluruh anggota DPR Fraksi Gerindra terus bersama rakyat serta mendengar dan menyerap sebanyak-banyaknya aspirasi masyarakat.
“Sejalan dengan instruksi Ketua Umum dan Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Bapak Prabowo Subianto, semua anggota DPR harus hadir bersama rakyat, turun dan mendengarkan keluh kesah masyarakat. Kepercayaan rakyat adalah amanah, dan setiap anggota harus menjaganya dengan sikap, aksi, serta ucapan yang pantas,” tuturnya.
Adapun Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP meminta tunjangan perumahan anggota DPR serta fasilitas lainnya yang di luar batas kepatutan dihentikan. Ketua DPP PDIP Said Abdullah mengatakan Fraksi PDIP di DPR memandang politik bukan sekedar rasionalitas dan kesepakatan, melainkan yang harus melekat dalam politik di setiap waktu merupakan etik, empati, dan simpati.
“Oleh sebab itu, mengenai tunjangan terhadap anggota DPR yang menjadi hak-hak keuangan, adalah tidak sekadar jumlah, tetapi menyangkut bagaimana dengan nilai-nilai etik, empati dan simpati," ujar Said dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu.
Maka dari itu, dia menuturkan semua hal yang telah terjadi akan menjadi pelajaran bagi DPR. Sebagai Anggota Fraksi PDIP di DPR, Said mengungkapkan ukuran mengenai penghapusan tunjangan anggota DPR tidak cukup berasal dari kesepakatan antarfraksi.
Namun Said mengajak seluruh anggota DPR mengukur diri apakah dalam situasi seperti ini, di saat rakyat mempertanyakan kinerja DPR dan mempertanyakan fungsi DPR sebagai aspirator serta saat perekonomian rakyat serba sulit karena menyabung nasib di jalanan, DPR justru mendapatkan tunjangan yang di mata rakyat jumlahnya luar biasa.
Apabila berbagai ukuran etik itu bisa dijalankan oleh mayoritas anggota DPR, menurutnya, tidak akan ada lagi berbagai tunjangan dan fasilitas yang melampaui nilai nilai kepatutan (etik). “Jika tiap anggota DPR memiliki sensibilitas (empati) terhadap kehidupan rakyat yang pada umumnya masih susah, maka tidak akan lagi ada berbagai fasilitas dari pajak rakyat yang berlebihan,” tuturnya.
Sebaliknya, jika mayoritas anggota DPR bekerja dengan simpatik, mendengar dan mengartikulasikan aspirasi aspirasi rakyat, mungkin saja rakyat tidak akan mempertanyakan eksistensi dan kemanfaatan DPR. Karena itu, dengan denyut aspirasi rakyat yang terus bisa diperjuangkan, dia mengatakan dengan sendirinya muruah DPR bisa dijaga.
Said menyebutkan, bagi Fraksi PDIP, ketiga nilai tersebut menjadi penting karena merupakan jiwa bagi gerak politik DPR, bukan sekadar kesepakatan dan ketentuan legal formal.
Ketua Badan Anggaran DPR itu menegaskan pimpinan Fraksi PDIP telah memberi peringatan kepada para anggota fraksi untuk memiliki sensitivitas terhadap krisis, seperti tepo seliro (tenggang rasa) dan mawas diri.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal PKS Muhammad Kholid mengatakan partainya mendukung keputusan DPR meniadakan tunjangan tersebut. “Hal ini selaras dengan visi Presiden Prabowo Subianto yang menginginkan pengelolaan APBN yang efektif, efisien, dan mengutamakan kepentingan masyarakat,” ujar anggota Fraksi PKS DPR itu dalam keterangan resmi, Sabtu.
Selain soal tunjangan, PKS juga mendorong pemerintah bersama DPR segera membahas dan mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset. Menurut Kholid, regulasi itu penting sebagai solusi memperkuat agenda pemberantasan korupsi di Indonesia.
PKS juga meminta aparat penegak hukum lebih mengedepankan pendekatan persuasif dan humanis dalam menjaga ketertiban masyarakat. “Kami berharap aparat tetap taat hukum dan menjaga keamanan dengan cara yang berkeadilan,” kata dia.
Sebelumnya, anggota DPR periode 2024-2029 tidak lagi menerima fasilitas rumah dinas. Fasilitas itu digantikan dengan tunjangan perumahan sebesar Rp 50 juta yang diterima setiap bulan sebagai komponen pendapatan.
Kebijakan itu menimbulkan polemik, karena masyarakat sedang dilanda badai pemutusan hubungan kerja, beban pajak yang tinggi, dan perekonomian yang tidak menentu. Namun DPR justru menerima kenaikan tunjangan.
Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar menjelaskan besaran tunjangan Rp 50 juta per bulan ditetapkan setelah pembahasan bersama Kementerian Keuangan. “Nilai itu ditetapkan berdasarkan kajian dengan salah satu benchmark-nya, yaitu tunjangan perumahan bagi anggota DPRD Jakarta,” ujarnya pada Senin, 18 Agustus 2025.
Indra menuturkan tunjangan tersebut bersifat lump sum, sehingga Sekretariat DPR tidak memerlukan laporan pertanggungjawaban rinci dari anggota Dewan mengenai penggunaannya.
Sedangkan Ketua DPR Puan Maharani menyebutkan angka tunjangan rumah Rp 50 juta bagi anggota parlemen sudah ditelaah sebaik-baiknya. Meski begitu, politikus PDIP ini membuka ruang evaluasi berkaitan dengan polemik tunjangan rumah dinas DPR yang dinilai terlalu besar.
Dengan tunjangan tersebut, total gaji dan tunjangan yang diterima anggota DPR setiap bulan disebut menembus Rp 100 juta. Angka tersebut termasuk komponen gaji pokok ketua DPR sebesar Rp 5,04 juta, wakil ketua Rp 4,62 juta, dan anggota biasa Rp 4,2 juta.
Gaji tersebut masih ditambah tunjangan pasangan, tunjangan anak, tunjangan jabatan, tunjangan komunikasi, bantuan listrik, tunjangan beras, dan tambahan-tambahan lainnya. Tunjangan jabatan untuk anggota DPR mencapai Rp 9,7 juta. Sementara itu, tunjangan komunikasi intensif mereka sebesar Rp 15,5 juta, bantuan listrik dan telepon Rp 7,7 juta, dan tunjangan kehormatan hingga Rp 5,58 juta.
Dani Aswara, Sultan Abdurrahman, dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Apakah Gelombang Demonstrasi 2025 Akan Meluas seperti 1998