
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Pudji Ismartini menjelaskan pada Juli 2025, neraca perdagangan barang Indonesia kembali mencatat surplus sebesar US$4,18 miliar atau senilai Rp68,89 triliun (kurs Rp16.481). Dengan capaian ini, neraca perdagangan Indonesia berhasil mencatat surplus selama 63 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.
"Surplus pada Juli 2025 terutama ditopang oleh kinerja komoditas nonmigas (minyak dan gas) yang membukukan surplus US$5,75 miliar," jelasnya dalam konferensi pers Rilis BPS September secara daring, Senin (1/9).
Surplus perdagangan pada Juli 2025 tercatat seiring capaian ekspor yang mencapai US$24,75 miliar, tumbuh 9,86% dibandingkan Juli 2024. Pada periode yang sama, nilai impor tercatat sebesar US$20,57 miliar atau turun 5,85% dibandingkan Juli 2024.
Pudji melanjutkan tiga komoditas utama penyumbang surplus adalah lemak dan minyak hewani/nabati (HS 15), bahan bakar mineral (HS 27), serta besi dan baja (HS 72). Namun, pada saat yang sama, neraca perdagangan migas masih mengalami defisit sebesar US$1,58 miliar. "Ini terutama disebabkan oleh defisit pada hasil minyak dan minyak mentah," terang Pudji.
Secara kumulatif, sepanjang periode Januari–Juli 2025, neraca perdagangan barang Indonesia mencatat surplus US$23,65 miliar. Surplus tersebut ditopang oleh kinerja nonmigas yang menyumbang US$34,06 miliar, meskipun masih terjadi defisit pada sektor migas sebesar US$10,41 miliar.
Pudji menyampaikan berdasarkan negara mitra dagang, neraca perdagangan total (migas dan nonmigas) Indonesia menunjukkan tiga penyumbang surplus terbesar, yaitu Amerika Serikat sebesar US$10,49 miliar, India sebesar US$8,09 miliar, dan Filipina sebesar US$5,11 miliar.
Sebaliknya, defisit terdalam tercatat dengan Tiongkok sebesar minus US$12,07 miliar, dengan Singapura minus US$3,41 miliar, dan Australia minus US$3,16 miliar.
Jika dirinci lebih lanjut, untuk neraca perdagangan migas, tiga negara penyumbang surplus terbesar adalah Amerika Serikat sebesar US$12,13 miliar, India sebesar US$8,13 miliar, dan Filipina sebesar US$5,07 miliar.
Sementara itu, pada neraca perdagangan nonmigas, defisit terdalam berasal dari Tiongkok dengan minus US$13,21 miliar, diikuti oleh Australia dengan minus US$2,79 miliar, dan Brasil minus US$950 juta. (E-3)