MASSA dari berbagai kelompok organisasi mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Bangka Belitung Menggugat menggeruduk gedung kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Senin Sore, 1 September 2025.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Dalam unjuk rasa tersebut, mahasiswa menyampaikan sembilan tuntutan yang berisi pernyataan sikap atas permasalahan yang terjadi di dalam negeri. Tuntutan disampaikan langsung kepada Gubernur Bangka Belitung Hidayat Arsani dan Ketua DPRD Didit Srigusjaya.
Koordinator unjuk rasa, Alwisyah, mengatakan aksi damai tersebut dilakukan untuk mengecam sikap dan tindakan anggota DPR yang memancing rakyat hingga bentrok dengan aparat dan menimbulkan korban jiwa. "Tuntutan terkait dengan permasalahan yang terjadi di tingkat nasional dan di daerah," ujar dia.
Adapun tuntutan mahasiswa Bangka Belitung, kata Alwisyah, adalah mendesak Presiden Prabowo membubarkan DPR dan meminta mempercepat revisi undang-undang (UU) bermasalah seperti UU KUHAP, UU Minerba, UU TNI, UU Polri, UU Cipta Kerja, dan UU Penyiaran.
"Pemerintah juga harus menyegerakan pembahasan dan pengesahan undang-undang pro rakyat seperti RUU Perampasan Aset, Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, Masyarakat Adat, dan mewujudkan reforma agraria sejati," ujar dia.
Alwisyah menuturkan mahasiswa mendesak presiden untuk membubarkan institusi polri secara nomenklatur, mencopot kapolri, dan menghentikan brutalitas aparat terhadap masa aksi serta mengadili para pelanggar HAM berat. Selain itu, kata dia, pemerintah juga harus membebaskan para massa aksi yang ditangkap oleh aparat.
"Pemerintah juga harus mencabut keputusan adanya peran dan keterlibatan militer dalam ranah sipil," ujarnya. Yang tidak kalah penting, kata dia, batalkan kenaikan pajak dan hapuskan hak istimewa pejabat dengan memotong gaji dan tunjangan anggota DPR, DPD dan DPRD provinsi maupun kabupaten/kota serta pejabat negara, perwira tinggi, pejabat negara non kementerian dan komisaris BUMN.
Sedangkan untuk permasalahan di daerah, kata Alwisyah, mereka mendesak Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung untuk mencabut izin usaha ekstraktif dan perkebunan monokultur yang menimbulkan konflik di masyarakat.
"Pemerintah provinsi dan DPRD kita minta untuk mengevaluasi rencana pemanfaatan tata ruang, mengembalikan IPP (iuran penyelenggaraan pendidikan) guru, menghentikan investasi bangsa asing atas eksploitasi sumber daya alam dan menuntut Gubernur dan Wakil Gubernur untuk mundur jika tidak mampu menyelesaikan konflik internal," ujar dia.