Presiden Amerika Serikat Donald Trump (kedua kanan), Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu (kedua kanan), Menteri Luar Negeri UEA Abdullah bin Zayed Al Nahyan (kanan) dan Menteri Luar Negeri Bahrain Abdullatif bin Rashid Al Zayani (kiri) menghadiri upacara penandatanganan kesepakatan
REPUBLIKA.CO.ID, ABU DHABI -- Uni Emirat Arab (UEA) memperingatkan Israel agar tidak melakukan aneksasi apapun di Tepi Barat. UEA menegaskan, tindakan semacam itu bakal menjadi garis merah dan akan sangat merusak perjanjian normalisasi kedua negara yang dikenal sebagai Abraham Accords.
"Sejak awal, kami memandang Perjanjian (Abraham Accords) ini sebagai cara untuk memungkinkan dukungan berkelanjutan kami bagi rakyat Palestina dan aspirasi sah mereka untuk sebuah negara merdeka. Itulah posisi kami pada tahun 2020, dan tetap menjadi posisi kami hingga saat ini," ujar Utusan Menteri Luar Negeri UEA, Lana Nusseibeh, saat diwawancara Reuters, Rabu (3/9/2025).
Dia kemudian mengkritisi wacana soal aneksasi Tepi Barat oleh Israel. "Kami menyerukan kepada Pemerintah Israel untuk menangguhkan rencana-rencana ini. Ekstremis, apa pun bentuknya, tidak boleh dibiarkan mendikte arah perkembangan kawasan ini," ucapnya.
"Perdamaian membutuhkan keberanian, kegigihan, dan penolakan untuk membiarkan kekerasan menentukan pilihan kita," tambah Nusseibeh.
Pernyataan Nusseibeh menandai sikap terkeras UEA sejak pecahnya perang di Jalur Gaza pada Oktober 2023. Pada September 2020, Bahrain dan UEA menandatangani perjanjian normalisasi diplomatik dengan Israel. Hal itu tercapai berkat mediasi dan dukungan Amerika Serikat (AS) di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump. Kesepakatan normalisasi tersebut dikenal dengan nama Abraham Accords.
Selain UEA dan Bahrain, AS pun membantu Israel melakukan normalisasi diplomatik dengan Sudan serta Maroko. Washington menghapus Sudan dari daftar negara pendukung terorisme sebagai aksi timbal balik atas kesediaannya membuka hubungan resmi dengan Tel Aviv. Kemudian terkait Maroko, sebagai balasan, AS mengakui klaim negara tersebut atas wilayah Sahara Barat yang dipersengketakan.
Kala itu Palestina mengecam keras kesepakatan damai keempat negara Muslim tersebut dengan Israel. Menurut Palestina, hal itu merupakan “tikaman” bagi perjuangannya memperoleh kemerdekaan.
sumber : Reuters