
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Rachmat Pambudy angkat bicara terkait perbedaan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2026 antara Bappenas dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Rachmat menyebut proyeksi Bappenas sebesar 6,3 persen merupakan angka yang moderat, namun tetap disusun dengan penuh kehati-hatian.
“Terus terang, angka 5,8 sampai 6,3 (persen) itu sebenarnya moderat juga. Karena kesempatan kita untuk angka lebih tinggi dari itu, ya tapi kan kita harus hati-hati juga,” ujar Rachmat dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR membahas RKA/RKP 2026 di Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis (3/7).
Rachmat mengatakan pendekatan perencanaan yang digunakan Bappenas berbeda dari Kemenkeu yang berbasis penganggaran.
“Jadi, kalau Menteri Keuangan, ini berdasarkan penganggaran. Kami berdasarkan perencanaan,” ujarnya.
Dia juga menyinggung peran belanja pemerintah dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi tahun depan, khususnya belanja untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang mencapai Rp 71 triliun di tahun 2025.
“Kami melihat angka bahwa makan bergizi dengan belanja Rp 71 triliun, itu perkiraan bisa memberikan sumbangan pertumbuhan minimum 0,86 (tahun depan). Nah, kalau belanjanya tidak terjadi Rp 71 triliun, apa bisa? Ya tidak bisa. Kalau belanjanya Rp 71 triliun tapi tidak tepat, ya tidak bisa juga,” katanya.
Sebelumnya, Proyeksi pertumbuhan ekonomi pada tahun 2026 memunculkan dua perbedaan angka antara Kemenkeu dengan Bappenas.
Perbedaan proyeksi pertumbuhan ekonomi pada 2026 dipaparkan saat Rapat Kerja Banggar DPR RI membahas Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) RAPBN 2026, di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (1/7).
Awalnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menetapkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun depan di kisaran 5,2-5,8 persen.

Target tersebut mempertimbangkan kontribusi utama dari pertumbuhan investasi dan konsumsi masyarakat.
“Target bisa tercapai apabila investasi tumbuh mendekati 6 persen secara tahunan, konsumsi tumbuh antara 5 persen hingga 5,5 persen, dan pertumbuhan ekspor terjaga stabil di 6,3 persen hingga 6,8 persen,” kata Sri Mulyani.
Asumsi ekonomi makro yang dipakai Kemenkeu untuk pertumbuhan ekonomi 2026 meliputi inflasi di kisaran 1,5-3,5 persen, nilai tukar Rp 16.500-Rp 16.900 per dolar AS, suku bunga Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun pada rentang 6,6 persen-7,2 persen, serta harga minyak mentah Indonesia (ICP) diperkirakan antara USD 68 hingga USD 80 per barel.
Setelah paparan Sri Mulyani, Menteri PPN/Kepala Bappenas Rachmat Pambudy menyampaikan proyeksi yang lebih optimistis.
Bappenas menargetkan pertumbuhan ekonomi 2026 sebesar 6,3 persen, sebagai bagian dari peta jalan menuju target pertumbuhan ekonomi 8 persen pada 2029.
“Dengan target tersebut maka target pertumbuhan 8 persen pada 2029 bisa tercapai,” ujar Rachmat.