Bank Indonesia (BI) buka suara soal skema burden sharing atau pembagian beban bunga untuk membantu program prioritas Presiden Prabowo Subianto. Kepala Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, mengatakan langkah ini tetap dijalankan dengan prinsip kehati-hatian dan menjaga stabilitas perekonomian.
Menurut Denny, arah kebijakan moneter BI difokuskan pada upaya mendorong pertumbuhan ekonomi tanpa mengabaikan stabilitas.
“Kebijakan moneter diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga stabilitas perekonomian,” kata Denny melalui keterangan tertulis, Kamis (4/9).
Denny memastikan keputusan tersebut juga mempertimbangkan kondisi ekonomi global yang masih lemah, serta pertumbuhan domestik yang belum mencapai kapasitas optimal.
Dalam rangka mendukung kebijakan tersebut, BI telah menurunkan BI Rate sebesar 125 basis poin sejak September 2024, hingga ke level terendah sejak 2022. Stabilitas nilai tukar rupiah juga dijaga melalui intervensi di pasar valuta asing, baik off-shore melalui NDF maupun domestik melalui spot, DNDF, serta pembelian SBN di pasar sekunder. Hingga akhir Agustus 2025, BI mencatat pembelian SBN mencapai Rp 200 triliun, termasuk program debt switching senilai Rp 150 triliun bersama pemerintah.
Denny menyebut kerja sama dengan pemerintah juga diwujudkan melalui sinergi bauran kebijakan moneter dan fiskal. Khususnya untuk mendukung program ekonomi kerakyatan dalam Asta Cita, seperti Perumahan Rakyat dan Koperasi Desa Merah Putih (KDMP).
“Sinergi kebijakan fiskal dan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi tetap mengacu pada prinsip-prinsip kebijakan fiskal dan moneter yang prudent serta tetap menjaga disiplin dan integritas pasar,” tutur Denny.
Dalam pelaksanaannya, Denny mengungkapkan pembagian beban dilakukan dalam bentuk pemberian tambahan bunga terhadap rekening pemerintah yang ada di BI. Sejalan dengan peran BI sebagai pemegang kas pemerintah sebagaimana Pasal 52 Undang Undang Bank Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 sebagaimana terakhir diubah dengan UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang P2SK juncto Pasal 22 serta selaras dengan Pasal 23 UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
“Besaran tambahan beban bunga oleh Bank Indonesia kepada Pemerintah tetap konsisten dengan program moneter untuk menjaga stabilitas perekonomian dan bersinergi untuk memberikan ruang fiskal dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan meringankan beban rakyat,” tegasnya.
Dalam kesepakatan itu, BI dan Kemenkeu menanggung beban bunga secara berimbang. Contohnya, untuk pembiayaan perumahan rakyat, beban efektif yang ditanggung masing-masing pihak sebesar 2,9 persen.
Sementara untuk program Koperasi Desa Merah Putih, bunga efektifnya 2,15 persen. Formula pembagiannya mengacu pada bunga SBN 10 tahun yang dikurangi hasil penempatan dana pemerintah di perbankan, lalu sisanya dibagi rata.
Belum Ada Komunikasi soal Burden Sharing dengan Komisi XI
Wakil Ketua Komisi XI DPR Mohamad Hekal menegaskan pihaknya belum menerima penjelasan resmi terkait wacana burden sharing baru antara Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia (BI) untuk mendukung program perumahan rakyat dan Koperasi Desa Merah Putih.