
Ketua Umum Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Maqdir Ismail, hadir dalam rapat dengar pendapat umum membahas RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) di Komisi III DPR RI.
Maqdir menyorot soal penyidik yang bisa dihadirkan sebagai saksi dan ahli di persidangan. Ia meminta, penyidik menjadi saksi-ahli harus lebih diatur di dalam RUU KUHAP.
“Yang pertama mengenai soal saksi atau penyidik menjadi saksi dan juga menjadi ahli. Ini tolong betul dalam praktik kita sekarang ini, itu yang sudah terjadi. Tolong mungkin bapak-bapak di DPR, di Komisi III mencoba melihat itu, itu pertama,” kata Maqdir di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (21/7).
Namun, hal itu bukan lah satu-satunya yang menjadi perhatian Maqdir.

Berikut sejumlah catatan Maqdir terhadap RUU KUHAP:
Batasi Pemblokiran
Maqdir menyoroti pemblokiran yang dilakukan penyidik terhadap tersangka. Menurut Maqdir, pemblokiran seharusnya lebih dibatasi.
“Pemblokiran terhadap apakah itu rekening atau juga bahkan sertifikat dan lain-lain, ini juga tolong diperhatikan betul mestinya ada batasan,” ucap Maqdir.
“Apa batasan sesuatu itu bisa diblokir? Karena sepanjang praktik yang terutama terakhir-terakhir ini, ada uang perusahaan yang tidak ada urusannya dengan perkara atau yang sedang diperkarakan itu diblokir,” tambahnya.
Maqdir menyebut, pemblokiran yang tak sesuai malah merugikan tersangka, termasuk tersangka korporasi.
“Akibatnya perusahaan-perusahaan itu tidak bisa membayar gaji,” ucap dia.

Penetapan Tersangka Bukan Hanya Berdasarkan Dua Alat Bukti
Menurut Maqdir, penetapan seseorang menjadi sebuah tersangka tak hanya bisa sekadar terpenuhinya dua alat bukti. Namun, alat bukti pun juga harus relevan dengan pasal yang disangkakan.
“Yang menjadi persoalan pokok kita selama ini dalam praktik hukum kita, yang menjadi alasan untuk menetapkan seorang menjadi tersangka itu hanya dua. Kalau ada dua bukti permulaan, cukup selesai sampai di situ,” ucap Maqdir.
“Apakah bukti permulaan ini substansial? Dan memenuhi unsur atau membuktikan unsur dari pasal, itu yang tidak pernah dibicarakan secara baik,” tambahnya.
Maqdir menilai, seharusnya alat bukti yang dijadikan dasar penetapan tersangka merupakan bukti yang substansial. Hal ini harusnya bisa jadi dasar seseorang mengajukan praperadilan.
“Jadi sehingga menurut hemat kami, kalau misalnya syarat untuk orang melakukan praperadilan, itu karena salah satu di antaranya kalau penetapan tersangkanya, karena misalnya bukti permulaannya itu yang pertama harus substansial, dan yang kedua relevan dengan pasal yang dipersangkakan. Bukan hanya sekadar dua alat bukti,” tandasnya.

Protes Maqdir soal Penyidik Jadi Saksi
Maqdir Ismail dikenal sebagai seorang pengacara yang kerap mendampingi seorang koruptor di dalam perkaranya. Terbaru, ia sedang mendampingi Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di dalam kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku.
Sebelumnya, ia pernah mendampingi eks Ketua DPR RI Setya Novanto di kasus korupsi e-KTP.
Maqdir dikenal pengacara yang kerap protes saat seorang penyelidik/penyidik didatangkan menjadi saksi di pengadilan.
Salah satu contohnya adalah kehadiran penyelidik KPK, Hafni Ferdian di sidang Hasto pada bulan Mei lalu. Ia melayangkan protes ini langsung ke hakim. Menurutnya, penyelidik tak bisa objektif saat menjadi seorang saksi di hadapan meja hijau.