SEJUMLAH organisasi guru yang tergabung dalam Koalisi Barisan Guru Indonesia (Kobar Guru Indonesia) meragukan instruksi Presiden Prabowo Subianto agar kementerian, lembaga, dan DPR membuka pintu dialog bagi masyarakat yang ingin menyampaikan aspirasi. Mereka menilai pengalaman selama ini menunjukkan pelayanan pemerintah dan parlemen kerap berbelit, bahkan aspirasi guru sering kali tidak pernah sampai ke meja presiden.
Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Seluruh Indonesia (PBPGSI) Mohammad Fatah mengungkapkan organisasinya sudah tiga kali mengirim surat permohonan audiensi kepada kepala negara, namun selalu tertahan di Kementerian Sekretariat Negara (Kemensesneg). “Semua surat yang dikirimkan selalu tertahan di Kemensesneg tanpa kepastian," ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo pada Kamis, 4 September 2025.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Fatah mengatakan pihaknya juga sudah empat kali bersurat kepada Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah serta Menteri Agama, namun tidak mendapatkan respons. "Bahkan Wakil Presiden pernah melimpahkan tugas kepada Mendikdasmen untuk menerima kami, tetapi tidak ditindaklanjuti,” kata dia.
Menurut Fatah, kondisi itu sangat mengecewakan. Sebab, hal yang hendak disampaikan adalah masalah serius mengenai hak guru swasta. Ia menilai pemerintah melanggar Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, karena sejak 2019 telah menghentikan program penyetaraan (inpassing) bagi guru swasta. “Program ini merupakan hak guru swasta untuk memperoleh kesetaraan sesuai perintah Undang-Undang,” ujarnya.
Fatah berharap instruksi Presiden kali ini benar-benar dijalankan. Jika kembali tidak ada respon, PBPGSI bersama organisasi guru lainnya siap menyampaikan aspirasi secara terbuka, termasuk mendesak pemenuhan janji kampanye Presiden Prabowo untuk memberi tambahan penghasilan Rp 2 juta per bulan kepada semua guru.
Ketua Kobar Guru Indonesia, Soeparman Mardjoeki Nahali, juga menyangsikan kepatuhan birokrasi. Ia menyinggung pengalaman serupa saat sidang kabinet pertama 2024, ketika Presiden meminta menteri mempermudah layanan rakyat, tetapi kenyataan di lapangan tetap sulit. “Makanya kami tidak sepenuhnya percaya kalau perintah Presiden kali ini bakal dipatuhi kementerian dan lembaga,” ujarnya.
Dewan Penasehat Forum Martabat Guru Indonesia (FMGI) Gino Vanollie mengatakan DPR RI juga sama birokratisnya. “Kalau tidak punya koneksi dengan orang dalam, surat resmi kita bakal tidak jelas keberadaannya. Makanya wajar banyak masyarakat lebih memilih berdemonstrasi di luar gedung daripada berdialog di ruang formal,” kata Gino.
Dengan pengalaman pahit tersebut, asosiasi guru mendesak agar pemerintah dan DPR sungguh-sungguh membuka akses bagi publik untuk menyampaikan aspirasi. “Kami ingin berdialog, bukan sekadar diberi janji,” ujar Fatah.
Tempo telah berupaya menghubungi Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi dan Wakil Menteri Sekretaris Negara Juri Ardiantoro perihal surat yang dilayangkan asosiasi guru. Namun belum berbalas.
Dalam pernyataan yang disampaikan untuk menyikapi serangkaian demonstrasi sejak pekan lalu, Prabowo menyatakan jajarannya siap untuk terbuka dengan masukan masyarakat. "Kepada seluruh masyarakat, silakan sampaikan aspirasi yang murni dan tuntutan dengan baik dan dengan damai. Kami pastikan akan didengar, akan dicatat, dan akan kita tindaklanjuti," kata dia.