RATUSAN massa menggeruduk kediaman para anggota DPR pada Sabtu, 30 Agustus 2025. Dalam semalam, mereka merusak dan menjarah berbagai harta benda yang ada di rumah mewah tiga anggota legislatif yaitu Ahmad Sahroni, Eko Patrio, dan Uya Kuya.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Ahmad Sahroni merupakan Wakil Ketua Komisi III sebelum akhirnya dimutasi menjadi anggota Komisi I. Kemudian, Eko Patrio ialah anggota Komisi IV yang membidangi perdagangan dan usaha negara, sementara Uya Kuya berada di Komisi XI yang mengurusi masalah keuangan.
Berikut fakta-fakta dalam peristiwa penjarahan di rumah para legislator tersebut:
Kronologi
Massa mulai menggeruduk rumah Ahmad Sahroni di kawasan Tanjung Priok, Jakarta Utara, pada Sabtu sore sekitar pukul 17.30 WIB. Mereka menjarah sejumlah barang milik legislator tersebut. Mulai dari kursi, lemari, kasus, jam tangan, sejumlah uang, mesin pendingin, hingga berangkas uang yang berisi pecahan dollar.
Tak hanya itu, mobil mewah yang terparkir di garasinya juga dirusak massa. Aksi itu disiarkan secara live di Tiktok oleh sejumlah orang yang datang ke lokasi. Warganet yang menonton siaran tersebut kemudian ramai-ramai menimpali untuk melanjutkan penjarahan ke rumah Eko Patrio dan Uya Kuya.
Setelah itu, di waktu yang hampir berdekatan, ratusan massa yang berbeda mendatangi rumah Eko Patrio yang berada di Jalan Karang Asem 1, Kuningan, Setiabudi, Jakarta Selatan dan rumah Uya Kuya di kawasan Duren Sawit, Jakarta Timur. Saat tengah malam, mereka menggondol semua barang hingga kucing peliharaan yang ada di rumah tersebut.
Penyebab Kemarahan Massa
Ahmad Sahroni, Eko Patrio, dan Uya Kuya menjadi sasaran amukan massa di tengah situasi panas setelah demontrasi di Ibu Kota pecah berhari-hari sejak 28 hingga 30 Agustus 2025. Ketiganya dinilai telah memberikan pernyataan yang tidak simpatik atas berbagai persoalan yang dikeluhkan publik.
Ahmad Sahroni membuat publik marah ketika ia menanggapi wacana pembubaran lembaga legislatif. Legislator NasDem itu menyebut kritik yang meminta pembubaran DPR sebagai sesuatu yang berlebihan dan bahkan melabeli pihak yang menggaungkan wacana tersebut sebagai “orang tolol”.
“Apakah dengan membubarkan DPR emang meyakinkan masyarakat bisa menjalani proses pemerintahan sekarang ini, belum tentu,” ujar Sahroni usai kunjungan kerja di Sumatera Utara, Jumat, 22 Agustus 2025.
Alih-alih meredam kekecewaan masyarakat, Sahroni malah mengunggah satu foto di akun Instagram pribadinya @ahmadsahroni88. Foto yang diunggah menampilkan gambar sosok pria mengenakan topeng anonim dengan teks narasi "Makin banyak orang tolol yang bangga akan ketololannya."
Sementara itu, Eko Patrio dikecam setelah mengunggah video parodi di akun TikTok pribadinya @ekopatriosuper yang menampilkan dirinya berjoget musik horeg. Video itu dinilai mengolok-olok masyarakat dan menantang publik yang mengkritik tindakan joget-joget anggota parlemen saat sidang tahunan MPR pada Jumat, 15 Agustus 2025 lalu.
Uya Kuya juga menjadi sasaran kemarahan publik setelah menanggapi isu serupa. Uya menyebut berjoget itu wajar lantaran ia seorang artis. Politikus PAN itu juga mengatakan bahwa semua anggota DPR selayaknya artis yang aktif membagikan kegiatan sehari-harinya lewat konten media sosial. "Lah, kita artis. Kita DPR kan kita artis," kata dia.
Selain itu, di tengah protes publik atas gaji dan tunjangan DPR mencapai Rp 100 juta saban bulan, beredar konten Uya berjoget disertai narasi gaji Rp 3 juta merupakan gajinya per 1 jam ketika menjadi artis. Belakangan, Uya membantah telah membuat video tersebut.
Berbagai pernyataan blunder itu menjadi sorotan publik, hingga akhirnya mereka menjadi sasaran amukan massa. Beberapa saat sebelum peristiwa penjarahan terjadi, Eko Patrio dan Uya Kuya sempat menyampaikan permintaan maafnya kepada masyarakat melalui unggahan video di akun Instagram pribadi mereka.
Di rumah Ahmad Sahroni, Tentara Nasional Indonesia mengimbau warga untuk membubarkan diri. Sementara di rumah Eko Patrio dan Uya Kuya, petugas keamanan dan aparat berpakaian loreng bersiaga di luar dan dalam rumah. Namun, mereka tampak tak bisa berbuat banyak ketika orang-orang terus berdatangan.