
PETA gerhana matahari biasanya menampilkan garis yang jelas untuk menunjukkan jalur totalitas, yaitu area sempit di mana gerhana matahari total bisa terlihat. Namun kenyataannya, batas jalur itu tidak sejelas di peta. Ujung-ujungnya bisa tampak kabur, bergerigi, dan kadang meleset hingga ratusan meter dari garis yang digambar.
Hal ini mungkin tidak terlalu berpengaruh bagi orang yang berada di tengah jalur, karena di titik itu mereka bisa menikmati gerhana total terlama. Namun, bagi orang yang berada di tepi jalur, perbedaan kecil bisa sangat menentukan. Mereka bisa saja benar-benar melihat korona matahari dengan mata telanjang, atau justru hanya melihat bulan sabit tipis lewat kacamata khusus gerhana.
Situasi ini bisa menjadi persoalan serius, bagi kota-kota yang berada di tepi jalur totalitas gerhana matahari pada 12 Agustus 2026. Termasuk Madrid, Bilbao, serta berbagai kota kecil dan desa di Spanyol maupun Islandia.
Mengapa peta tersebut tidak akurat?
Garis pada peta gerhana matahari, sering kali tidak sepenuhnya sesuai dengan kondisi sebenarnya, karena ukuran matahari yang tepat masih menjadi perdebatan. Perhitungan jalur gerhana selama ini menggunakan elemen Besselian, yaitu serangkaian parameter yang menganggap matahari berbentuk bulat dengan radius tetap. Namun, data tersebut kini dianggap sudah usang.
"Radius matahari standar kanonik yang telah kami gunakan selama lebih dari 100 tahun dalam komputasi gerhana adalah sekitar 696.000 kilometer (432.000 mil) atau 959,63 detik busur," ujar ahli perhitungan gerhana, Luca Quaglia pada 13 Juni di Konferensi Gerhana Matahari di Leuven, Belgia.
Penelitian Quaglia selama dekade terakhir selama gerhana matahari total, sebagai bagian dari Tim Elemen Besselian, menunjukkan bahwa ukuran tampak matahari mendekati 959,95 detik busur, plus minus 0,05. Perbedaannya hanya 0,3 detik busur, kurang dari seperseribu derajat. Hal ini mungkin terdengar sepele. Namun, di lapangan, hal ini menggeser tepi jalur totalitas hingga 2.000 kaki (600 meter). Ini adalah masalah kecil dengan konsekuensi besar bagi masyarakat yang berada di tepi jalur totalitas.
Menuju ke tepi
Untuk menguji kembali angka terbaru mengenai radius matahari, Quaglia dan timnya tidak memilih menikmati totalitas terlama di garis tengah gerhana, melainkan justru bergerak ke area tepi. Mereka menghitung waktu kontak kedua dan ketiga, yaitu saat fotosfer atau permukaan matahari yang terlihat, menghilang lalu muncul kembali. Perhitungan ini dilakukan, dengan memanfaatkan data spektrum kilatan cahaya, yang diberi penanda waktu GPS dari rekaman video.
Dari data tersebut, Quaglia dan rekan-rekannya bisa membandingkan nilai radius mana yang paling sesuai dengan kenyataan. Faktor penting dalam pengujian ini adalah munculnya manik-manik Baily. Kilatan cahaya terakhir dan pertama dari sinar matahari, yang melewati lembah-lembah di permukaan bulan, yang menjadi penanda awal dan akhir fase totalitas.
Membuat peta gerhana 3D
Peta gerhana biasanya datar dan tidak memperhitungkan kondisi nyata Bumi, seperti gunung dan lembah, yang bisa menghalangi atau memperluas pandangan. Untuk itulah, dikembangkannya metode komputasi 3D dengan algoritma Improved Quick Prediction, yang memperhitungkan ukuran matahari, topografi bulan, dan medan Bumi.
Peta gerhana untuk 12 Agustus 2026 menunjukkan tepi yang bergerigi dan celah di mana medan pegunungan memengaruhi visibilitas. Sehingga tidak ada satu garis pun yang bisa menjamin apa yang akan terlihat oleh pemburu gerhana. (Space/Z-2)