KEPALA Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Brigadir Jenderal (Marinir) Freddy Adrianzah menilai aksi perusakan fasilitas umum dalam kerusuhan belakangan ini menunjukkan pola yang terorganisir dan terlatih.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
“Memang kalau kita amati, untuk polanya terlihat terorganisir dan terlatih,” kata Freddy dalam keterangan resmi, Jakarta, Jumat, 5 September 2025.
Pernyataan Freddy merespons dugaan adanya orang profesional di balik kerusuhan Agustus 2025 berupa aksi pembakaran dan perusakan fasilitas umum yang terkesan terorganisir.
Salah satu video pembakaran fasilitas umum dibagikan oleh akun X @txttransportasi pada 29 Agustus lalu. Video itu memperlihatkan halte Transjakarta Senen Sentral dipenuhi kobaran api. Dalam keterangan video dinarasikan aksi itu sukar dilakukan oleh masyarakat biasa.
Freddy menjelaskan kecerdasan para pelaku kerusuhan dalam melakukan aksinya membuat aparat harus lebih waspada. “Bagi TNI, itu adu kecerdasan antara pelaku kejahatan-pelaku kriminal dengan kami,” ujar dia.
Freddy mengatakan, masukan dari sejumlah kalangan, baik itu masyarakat sipil hingga pengamat turut menjadi bahan evaluasi TNI. “Masukan itu menjadi pelajaran bagi kami untuk berbenah, agar lebih cermat, lebih antisipatif, dan lebih siap dalam melaksanakan upaya pencegahan,” kata dia.
Sebelumnya, unjuk rasa di pelbagai daerah mewarnai penghujung akhir Agustus 2025. Unjuk rasa makin membesar hingga memicu kerusuhan dan penjarahan di beberapa lokasi di Indonesia. Mulanya, aksi menuntut pembubaran DPR pada 25 Agustus 2025 berujung bentrok di sekitar Senayan, Jakarta.
Gelombang protes berlanjut pada 28 Agustus. Buruh mendatangi DPR dengan enam tuntutan, sementara mahasiswa dan pelajar kembali mengusung agenda pembubaran DPR. Aksi sore hari berubah ricuh setelah polisi membubarkan massa dengan gas air mata dan water cannon.
Kerusuhan memuncak saat kendaraan taktis Brimob menewaskan Affan Kurniawan, pengemudi ojek online berusia 21 tahun, di Bendungan Hilir. Tewasnya Affan memicu amarah publik.
Situasi makin panas ketika rumah sejumlah legislator seperti Ahmad Sahroni dan Eko Patrio dijarah massa. Aksi itu ditengarai karena pernyataan mereka yang dinilai tak simpati dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat.