
WABAH campak di Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur terus menimbulkan keresahan masyarakat, dengan angka kematian anak kian bertambah. Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Prof Dr Irwanto dr SpA(K), menegaskan campak dapat dicegah melalui imunisasi. Namun rendahnya cakupan vaksinasi di sejumlah daerah membuat penyakit ini mudah menyebar hingga berkembang menjadi wabah.
Menurutnya, wabah campak tidak hanya dipicu penolakan vaksin, tetapi juga faktor lain seperti status gizi buruk dan kurangnya vitamin A yang memperbesar risiko infeksi. “Apabila tidak ditangani, campak bisa memicu komplikasi berbahaya, mulai dari pneumonia, gagal napas, hingga ensefalitis,” ujarnya dikutip dari website UNAIR, Jumat (5/9).
Irwanto juga mengingatkan orang tua waspada terhadap gejala awal campak berupa demam tinggi, batuk, pilek, mata merah, hingga ruam kemerahan dan bercak putih kecil di mulut (koplik spot). Ia meminta anak segera dibawa ke fasilitas kesehatan ketika ruam muncul pada hari ketiga.
Selain pemeriksaan medis, penanganan di rumah dapat dilakukan dengan memastikan anak cukup istirahat, banyak minum, menjaga kebersihan mata, serta isolasi mandiri untuk mencegah penularan.
Ke depan, menurutnya, selama cakupan imunisasi masih rendah, campak akan tetap menjadi ancaman. Ia menegaskan pentingnya pemberian vaksin campak pada usia sembilan bulan serta booster di usia 15–18 bulan sesuai panduan Kemenkes. “Mari bersama-sama meningkatkan cakupan imunisasi agar wabah campak tidak kembali terulang,” pungkasnya. (H-2)