Di tengah jalanan kota Kediri, sebuah mobil mewah Toyota Alphard melaju. Namun siapa sangka, di balik jok kulit dan kabin nyaman, tersimpan ratusan bungkus rokok ilegal yang siap diedarkan.
Direktorat Jenderal Bea Cukai, kasus ini menjadi bukti betapa penyelundup rokok ilegal semakin cerdik dalam mencari celah.
Menurut Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto, mengatakan biasanya penyelundup memanfaatkan kendaraan dengan ongkos murah seperti mobil elf. Bahkan, ada pula yang menggunakan jasa titipan untuk menghindari razia.
“Mobilnya murah sekali (Elf). Tapi waktu itu kita nangkep tuh yang Alphard. Ini di Kediri dapet ya bawa rokok ilegal pakai Alphard supaya enggak dicurigai,” katanya dalam Media Briefing di Kantor Pusat Bea Cukai, Kamis (4/9).
Kasus Alphard hanyalah satu contoh dari modus besar yang terus diperangi Bea Cukai. Menurut Nirwala, setidaknya ada lima ciri utama yang menandai rokok ilegal.
Pertama, rokok polos tanpa pita cukai. Kedua, rokok dengan pita cukai palsu.
Ketiga, rokok dengan pita cukai bekas. Keempat, rokok dengan pita cukai salah peruntukan. Terakhir, rokok dengan pita cukai salah personalisasi.
Dalam istilah lapangan, tiga modus pertama, polos, palsu, dan bekas dikenal dengan sebutan R2 (rea reo mbako). Sementara salah peruntukan dan salah personalisasi masuk kategori lain, namun sama berbahayanya karena menggerus penerimaan negara.
“Kalau yang R2 ini kalau dipajak istilahnya tax avoidance ya. Tujuannya apa? Membayar cukai yang lebih kecil dari yang seharusnya,” jelas Nirwala.
Adapun, tax avoidance merupakan tindakan untuk mengurangi beban pajak dengan memanfaatkan celah dalam peraturan perpajakan
Sistem tarif cukai rokok di Indonesia didesain berlapis agar adil bagi pelaku industri. Penetapan tarif didasarkan pada dua faktor utama: jenis rokok dan kapasitas produksinya. Ada tiga kategori jenis rokok, yakni sigaret kretek tangan (SKT), sigaret kretek mesin (SKM), dan sigaret putih mesin (SPM).
Tarif SKT ditetapkan paling rendah, SKM di level menengah, dan SPM tertinggi. Selain itu, kapasitas produksi juga menentukan golongan: golongan 3 untuk produksi hingga 500 juta batang per tahun, golongan 2 untuk 501 juta–3 miliar batang, dan golongan 1 di atas 3 miliar batang.
Namun, penyelundup tak kehabisan akal. Ada yang memasang pita cukai golongan 2 pada rokok golongan 1 untuk menekan biaya. Ada pula yang menyalahgunakan pita personalisasi milik perusahaan kecil untuk dipasangkan pada rokok merek besar.
Masalahnya, di Undang-Undang Cukai tidak dikenal istilah tax avoidance. Hukum hanya mengenal tax evasion atau penghindaran pajak secara ilegal. Konsekuensinya, jika sebuah rokok tidak dilekati pita cukai sesuai aturan, otomatis dianggap melanggar.
“Makanya dendanya minimal 2 ...