
SETIAP tahun umat muslim sedunia memperingati hari lahirnya Nabi Muhammad SAW atau Maulid Nabi Muhammad SAW. Hikmah memperingati acara tersebut antara lain meningkatkan kecintaan dan penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW, meneladani akhlak mulia beliau, memperkuat keimanan dan ketaatan kepada Allah SWT, memperdalam pemahaman ajaran Islam, dan mengkaji lebih dalam gaya kepemimpanan (leadership) dan muamalatnya antarsesamanya.
Maulid Nabi SAW juga menjadi sarana dakwah dan pendidikan, momen untuk bersyukur atas kelahiran Nabi sebagai rahmat, dan ajang refleksi spiritual serta evaluasi diri dalam menjalani kehidupan.
Menurut Michael H Hart dalam The 100: A Ranking of the Most Influential Persons in History menempatkan Nabi Muhammad SAW di urutan pertama tokoh paling berpengaruh di dunia. Hal ini bukan semata karena beliau seorang Nabi, melainkan juga karena kepiawaian dalam memimpin umat, membangun negara, mengelola aparatur dengan prinsip keadilan, dan keberpihakan kepada rakyat kecil. Dalam konteks modern, kepemimpinan Rasulullah menawarkan inspirasi penting bagi bangsa yang sedang berjuang melawan korupsi, ketidakadilan, dan krisis kepercayaan rakyat terhadap negara.
Kepemimpinan Rasulullah SAW: Antara Spiritualitas dan Kenegaraan
Kepemimpinan Nabi Muhammad bukan hanya bersifat transendental tetapi juga praktis. Sebagai Rasul, beliau menyampaikan risalah Allah SWT. Namun, sebagai kepala negara Madinah, beliau menjalankan fungsi manajerial, administratif, hingga militer. Uniknya, kedua dimensi tersebut tidak pernah dipisahkan. Politik senantiasa berakar pada moral dan moral selalu diwujudkan dalam kebijakan publik.
Prinsip kepemimpinan beliau menegaskan bahwa seorang pemimpin adalah khadim al-ummah (pelayan umat), bukan penguasa yang meminta dilayani. Sabda beliau: "Sayyidul qaum khadimuhum" (Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka).
Konsep ini sangat relevan dengan teori servant leadership dalam manajemen modern yang menekankan pemimpin sejati adalah mereka yang mengabdi untuk kebaikan tim dan masyarakat.
Konstitusi dan Aparatur yang Berintegritas
Ketika hijrah ke Madinah, Rasulullah menyusun Piagam Madinah yang dapat dianggap konstitusi pertama di dunia. Piagam ini mengatur hak dan kewajiban seluruh warga baik Muslim maupun non-Muslim serta meletakkan dasar persamaan di depan hukum. Piagam ini menegaskan prinsip negara harus melindungi semua warganya tanpa diskriminasi.
Dalam hal aparatur, Rasulullah sangat selektif memilih pejabat. Abu Ubaidah bin Jarrah dikenal sebagai aminul ummah (orang tepercaya umat). Umar bin Khattab terkenal karena ketegasan dan integritasnya. Ali bin Abi Thalib dihormati karena kecerdasan hukum dan keadilannya serta keluasan wawasannya.
Penunjukan pejabat dilakukan berdasarkan kapasitas dan akhlak, bukan karena hubungan kekerabatan. Hal ini masih menjadi tantangan besar di negara-negara modern yang kerap terjebak nepotisme.
Berpihak Pada Rakyat Kecil
Salah satu ciri utama kepemimpinan Rasulullah adalah keberpihakannya pada kelompok lemah. Beliau mengangkat derajat budak, melindungi anak yatim, memperjuangkan hak perempuan, dan memuliakan fakir miskin. Kebijakan zakat, misalnya, bukan sekadar ritual melainkan instrumen ekonomi negara untuk redistribusi kekayaan dan pengentasan kemiskinan.
Hal ini sejalan dengan konsep welfare state dalam ilmu politik modern di mana negara bertanggung jawab menyediakan jaminan sosial, kesehatan, dan pendidikan bagi rakyat. Dengan demikian, Nabi Muhammad tidak hanya membangun sebuah komunitas spiritual tetapi juga membangun fondasi negara yang sejahtera dan adil.
Relevansi Bagi Kepemimpinan Negara Modern
Jika prinsip kepemimpinan Rasulullah diadaptasi dalam konteks kenegaraan modern terdapat beberapa poin penting.
Pemimpin sebagai teladan moral. Kepemimpinan tidak boleh dipisahkan dari akhlak (etika). Seorang pemimpin negara bukan sekadar manajer politik tetapi juga figur moral yang memberi arah.Aparatur profesional dan bebas korupsi. Integritas menjadi syarat utama birokrasi. Penunjukan pejabat berdasarkan kapasitas dan kejujuran bukan karena kedekatan atau kepentingan politik.
Kebijakan berpihak pada rakyat kecil. Negara modern dituntut menghadirkan kebijakan redistributif yang melindungi kelompok rentan sebagaimana konsep zakat dan wakaf di dalam Islam.
Hukum yang adil dan setara. Prinsip egaliter dalam Piagam Madinah dapat menjadi inspirasi bagi supremasi hukum modern yang menolak diskriminasi.
Partisipasi rakyat dalam pembangunan. Rasulullah kerap bermusyawarah (syura) dengan para sahabat dalam mengambil keputusan. Ini dapat dihubungkan dengan konsep demokrasi deliberatif yang menekankan keterlibatan rakyat dalam kebijakan publik.
Penutup
Nabi Muhammad SAW adalah pemimpin terbaik sepanjang sejarah bukan semata karena posisinya sebagai utusan Tuhan tetapi juga karena beliau mampu menghadirkan negara yang adil, aparatur berintegritas, dan kebijakan berpihak pada rakyat kecil. Dalam konteks krisis kepemimpinan di negara-negara modern, semua prinsip Rasulullah menjadi cermin yang layak diteladani.
Kepemimpinan beliau bukti nyata bahwa negara yang kuat bukanlah yang menindas rakyatnya melainkan yang melayani, melindungi, dan memuliakan rakyat. Inilah kepemimpinan yang tidak hanya menyentuh hati tetapi juga membangun peradaban.
Disebutkan dalam Al-Quran. Artinya: "Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah". (QS Al Ahzab: 21).
Meneladani ajaran Rasulullah SAW selain menjaga hubungan horizontal (hablumminannas) dan vertikal (hablumminallah) yang paling utama adalah berbudi pekerti baik, berakhlak, dan bermoral.
Dalam sabdanya: "Sesungguhnya aku diutus kepada kalian untuk menyempurnakan perilaku dan moral Anda." Hadist.
Kesimpulannya sebagai manusia yang beriman kita wajib menerapkan kejujuran (siddiq), amanah (dapat dipercaya), menyampaikan ajaran kebaikan kepada yang lain dengan transparan dan jujur (tabligh), Cerdas dan Cermat (fathonah) memiliki kecerdasan intelektual, spritual, dan emosional. Menggunakan akal untuk memahami ilmu, berkreasi, dan menyelesaikan masalah dengan bijak, sifat sabar, lemah lembut, bersikap toleran, rendah hati, dan tidak sombong.
Gaya politik kepemimpinan Nabi Muhammad SAW adalah perpaduan antara kebijaksanaan, transparansi, keadilan, empati, dan kemampuan diplomasi serta musyawarah untuk membangun persatuan umat. Beliau berkomunikasi dengan lemah lembut namun tegas pada prinsip, menggunakan pendekatan logis dan realistis, serta menempatkan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi untuk mencapai tujuan dakwah dan pemerintahan. Wassalam. (I-3)