WAKIL Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Saan Mustopa belum bisa memberikan kepastian apakah fraksi di DPR akan menunjuk pengganti bagi kelima anggota dewan yang dinonaktifkan. Perubahan anggota itu bisa dilakukan dengan mekanisme pergantian antar waktu (PAW).
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Saan mengatakan sebelum memutuskan mekanisme PAW, masing-masing partai politik akan melakukan proses pemeriksaan internal. "Ada mahkamah partai, ini kan soal etik ya, maka nanti mahkamah partai akan melakukan proses terkait," kata dia di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, pada Jumat, 5 September 2025.
Sebelumnya, sejumlah fraksi di DPR telah menonaktifkan total lima anggota dewan periode 2024-2029. Di antaranya Golkar menonaktifkan Wakil Ketua DPR Adies Kadir, NasDem menonaktifkan Wakil Ketua Komisi III Ahmad Sahroni dan anggota Komisi IX Nafa Urbach, serta PAN menonaktitkan anggota Komisi VI Eko Hendro Purnomo atau Eko Patrio dan anggota Komisi IX Surya Pratama atau Uya Kuya.
Sebagai Wakil Ketua NasDem, Saan pun masih irit bicara mengenai peluang Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach digantikan kader lain. Ia juga enggan menyebutkan berapa lama jangka waktu yang dibutuhkan oleh mahkamah partai dan mahkamah dewan untuk berembug mengenai pemeriksaan anggota dewan yang dinonaktifkan. "Nanti kita lihat mekanismenya," ujar dia.
Dalam sebuah surat bernomor B/496/PW.11.01/09/2025, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad telah menugaskan Majelis Kehormatan Dewan untuk menindaklanjuti penonaktifan 5 anggota DPR. Dasco membuka peluang bahwa kelima orang itu akan menjalani sidang etik lanjutan.
Politikus Partai Gerindra itu tak menjawab bagaimana peluang para anggota dewan yang nonaktif untuk menjabat kembali. Dasco memastikan Mahkamah Kehormatan DPR akan memproses penugasan yang diberikan sejak Kamis, 4 September lalu.
Selain itu, ia memastikan bahwa Adies Kadir, Eko Patrio, Nafa Urbach, Ahmad Sahroni, hingga Uya Kuya tak akan menerima gaji dan tunjangan selayaknya anggota DPR aktif. "Anggota DPR RI yang telah dinonaktifkan oleh partai politiknya tidak dibayarkan hak-hak keuangannya," kata dia di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Jumat, 5 September 2025.
Lima politikus itu dinonaktifkan setelah sikap mereka memantik gelombang protes di seluruh Indonesia. Ahmad Sahroni, misalnya, dikritik masyarakat karena pernyataannya ketika merespons wacana pembubaran DPR dinilai tak pantas. Ahmad Sahroni melabeli pihak yang menggaungkan wacana pembubaran DPR sebagai "orang tolol".
Adapun Nafa Urbach disorot karena dinilai tidak sensitif. Nafa Urbach menjelaskan bahwa tunjangan rumah sebesar Rp 50 juta per bulan bukan kenaikan fasilitas, melainkan kompensasi atas rumah jabatan yang kini tidak lagi diberikan oleh negara. Saat itu, ia sempat mengeluhkan macetnya perjalanan dari rumahnya di Bintaro, Jakarta Selatan, menuju Gedung DPR di Senayan, Jakarta Pusat.
Dua politikus PAN, Eko Patrio dan Uya Kuya, juga mendapat kritik dari publik. Eko Patrio dikecam setelah mengunggah video parodi di akun TikTok-nya @ekopatriosuper yang menampilkan dirinya berjoget musik horeg. Video itu dinilai mengolok-olok masyarakat dan menantang publik yang mengkritik tindakan joget-joget anggota Dewan saat sidang tahunan MPR pada 15 Agustus 2025.
Sementara Adies Kadir sempat ramai diperbincangkan publik, setelah berbicara mengenai tunjangan perumahan bagi anggota DPR. Ia dikritik lantaran perhitungannya membingungkan.
Adies menghitung biaya kos di sekitar Senayan, Jakarta, dengan asumsi harga Rp 3 juta per hari. “Rp 3 juta itu sudah paling murah. Kalau dikalikan satu bulan dianggap 26 hari mereka bekerja, berarti kurang lebih Rp 78 juta. Mereka masih nombok,” ucap Adies pada Selasa, 19 Agustus 2025. Tak lama, Adies langsung meralat pernyataannya.