
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan permohonan maaf sekaligus berkomitmen untuk melakukan evaluasi kebijakan setelah kediamannya dijarah masa, pada Minggu (31/8).
“Kami mohon maaf, tentu masih banyak kekurangan. Insya Allah, kami akan terus memperbaiki,” tulisnya lewat akun Instagram @smindrawati, Senin.
Sri Mulyani menegaskan bahwa membangun Indonesia adalah perjuangan panjang yang tidak mudah, penuh tantangan, bahkan berisiko, sebagaimana dialami para pendahulu bangsa. Ia menekankan, politik seharusnya menjadi perjuangan kolektif untuk tujuan mulia bangsa, yang dijalankan dengan etika dan moralitas.
Sebagai pejabat negara, lanjutnya, sumpah jabatan mengikat dirinya untuk menjalankan UUD 1945 dan undang-undang yang berlaku. Karena itu, setiap ketidakpuasan terhadap aturan atau dugaan penyimpangan harus ditempuh melalui jalur hukum yang tersedia, mulai dari pengadilan, Mahkamah Agung (MA), hingga uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK).
“Itulah demokrasi yang beradab. Demokrasi yang harus kita jaga dengan cara damai, bukan lewat anarki, intimidasi, atau kekerasan,” tegasnya.
Dalam unggahannya, Sri Mulyani juga menekankan pentingnya menjalankan tugas negara dengan amanah, integritas, profesionalisme, serta menjauhi praktik korupsi. Menurutnya, tugas ini bukan hanya soal jabatan, melainkan kehormatan sekaligus tanggung jawab besar yang menyangkut masa depan bangsa.
Ia menyampaikan terima kasih kepada masyarakat yang terus memberi kritik, masukan, hingga doa dan dukungan moral. Menurutnya, semua itu adalah bagian penting dari proses membangun bangsa.
Di akhir pernyataannya, Sri Mulyani mengajak publik untuk menjaga persatuan dan menghindari tindakan destruktif. “Mari membangun Indonesia bersama, tanpa merusak, membakar, menjarah, memfitnah, atau memecah belah. Semoga Allah SWT selalu melindungi Indonesia. Jangan pernah lelah mencintai negeri ini,” tutupnya.