Sejumlah partai menonaktifkan anggotanya imbas demo ricuh di berbagai daerah. Mereka adalah: Sahroni dan Nafa Urbach dari NasDem, Eko Patrio dan Uya Kuya dari PAN, serta Adies Kadir dari Golkar.
Mereka dinilai bersikap dan menyampaikan pernyataan yang menyakiti rakyat.
Lantas, apakah mereka tetap menerima gaji dan tunjangan sebagai anggota dewan?
"Selama belum ada pemberhentian antarwaktu (PAW) atau pemberhentian tetap dari keanggotaan DPR, maka sesuai ketentuan administratif masih menerima gaji dan fasilitas kedewanan," kata Pengajar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia, Titi Anggraini, pada Senin (1/9).
"Jadi mereka benar-benar kehilangan haknya setelah diberhentikan dari keanggotaan DPR," ujar dia.
Menurutnya, hal serupa juga berlaku kepada para anggota DPR yang diberhentikan sementara karena kena kasus pidana.
"Dalam Peraturan Tata Tertib DPR juga mengatur bahwa misalnya untuk anggota DPR yang diberhentikan sementara karena menjadi terdakwa karena melakukan tindak pidana, maka Anggota yang diberhentikan sementara tetap mendapatkan hak keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," urainya.
Titi mengatakan tidak ada nonaktif untuk anggota DPR. itu sudah diatur dalam UU No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). Kalau pun ada, kondisinya sangat sangat spesifik.
"Pasal 144 UU MD3 menyebutkan bahwa pimpinan DPR dapat menonaktifkan sementara pimpinan dan/atau anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) yang sedang diadukan dan pengaduannya dinyatakan memenuhi syarat serta lengkap untuk diproses," jelas Titi.
"Jadi, konteks nonaktif dalam UU MD3 itu hanya berlaku pada posisi pimpinan atau anggota MKD, bukan pada anggota DPR secara umum," tambah dia.
Ia menambahkan, semestinya Partai menggunakan istilah yang lebih firm karena ini menyangkut jabatan publik. Istilah yang paling sesuai menurutnya adalah pemberhentian bukan nonaktif.
"Menurut saya, karena ini menyangkut jabatan publik, maka keputusan partai seharusnya menggunakan istilah dan nomenklatur hukum yang tegas agar tidak menimbulkan bias dan keragu-raguan di masyarakat. Kalau memang partai memberhentikan yang bersangkutan dari keanggotaan di DPR, maka istilahnya bukan nonaktif, melainkan pemberhentian," urainya.
"Pimpinan partai selanjutnya mengusulkan penggantian antarwaktu anggota tersebut kepada pimpinan DPR untuk diproses lebih lanjut sesuai ketentuan UU MD3," tutup dia.