REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW (maulid Nabi) diperingati setiap tahun oleh Umat Muslim. Para ulama berbeda pendapat menyikapinya, ada yang pro dan ada pula yang kontra.
Di antara tokoh muda kontemporer yang membolehkan peringatan Maulid Nabi SAW adalah Ustadz Abdul Somad, atau akrab disapa UAS.
Dia menjelaskan bahwa selama ada dalilnya maka Maulid Nabi maupun Tahlilan tidak termasuk bidah.
UAS menerangkan bahwa Abu Lahab diringankan azabnya setiap hari Senin karena pada hari Senin, Abu Lahab membebaskan budaknya bernama Tsuwaibah.
"Abu Lahab punya budak (bernama Tsuwaibah), budak inilah yang datang ke rumah Abu Lahab memberi kabar (kelahiran Nabi Muhammad SAW)," kata UAS dalam tausiyahnya yang diunggah di channel Youtube Tanya Ustadz Abdul Somad pada awal 2025.
Tsuwaibah mengabarkan kepada Abu Lahab bahwa keponakannya sudah lahir, Aminah melahirkan anak laki-laki. Mendengar hal itu, Abu Lahab sangat senang.
Teramat senangnya Abu Lahab sampai membebaskan Tsuwaibah dari statusnya sebagai budak pada hari Senin, hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.
UAS menjelaskan, dari mana umat Islam bisa tahu kisah dan riwayat tentang Abu Lahab ini, yakni dari Shahih Bukhari.
Berkatalah Imam al-Hafidz al-Maqdisi seorang ahli hadis, "Kalau si kafir (Abu Lahab) yang sudah jelas masuk neraka diringankan azabnya karena bahagia menyambut kelahiran Nabi Muhammad SAW. Bagaimana dengan orang yang sepanjang umurnya senang menyambut kelahiran Nabi Muhammad SAW dan mati dalam keadaan bertauhid."
UAS menjelaskan bahwa bidah itu kalau tidak ada dalil sama sekali dari jauh maupun dari dekat, baru bisa dikatakan bidah. Ada dalil Maulid Nabi maka tidak bidah. Jika sesuatu melanggar Alquran, hadis, ijma dan qiyas, baru dikatakan bidah.
"Selama masih ada dalilnya maka tidak bisa disebut dengan bidah," ujar UAS.
UAS menjelaskan bahwa doa bersama ada dalilnya, baca Surat Yasin bersama ada dalilnya, Tahlilan ada dalilnya, dan Maulid Nabi juga ada dalilnya.