Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan belasungkawa atas wafatnya Arif Budimanta, tokoh ekonomi yang juga mantan Staf Khusus Presiden ke-7 Joko Widodo sekaligus Ketua Majelis Ekonomi, Bisnis, dan Pariwisata PP Muhammadiyah, pada Sabtu (6/9).
Airlangga mengenang almarhum sebagai sosok yang konsisten memperjuangkan ekonomi kerakyatan. Ia mengatakan bahwa dirinya telah mengenal Arif Budimanta sejak di Megawati Institute, sehingga sering berdialog dengannya.
“Jadi sudah puluhan tahun (mengenal Arif), beliau juga di Senayan dan beliau juga di Istana. Jadi interaksi dengan beliau juga banyak,” kata Airlangga kepada awak media di Rawamangun, Jakarta Timur, Sabtu (6/9).
Menurutnya, perhatian Arif Budimanta selalu tertuju pada ekonomi berbasis konstitusi dan kerakyatan.
“Beliau punya obsesi di sektor itu dan kami juga dengar beliau sedang menulis buku dan punya obsesi apa yang terkait dengan passion beliau. Jadi tentu Indonesia kehilangan tokoh seperti beliau,” ucapnya.
Airlangga menambahkan, dirinya terakhir kali bertemu Arif beberapa bulan lalu. “Kita sering bertukar pikiran,” tuturnya.
Semasa hidupnya, Arif dikenal sebagai pengusung konsep Pancasilanomics ini meninggalkan warisan penting dalam politik ekonomi Indonesia, khususnya dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Ekonom Senior Indef sekaligus Rektor Universitas Paramadina, Didik J. Rachbini, menilai Arif adalah sosok yang konsisten memperjuangkan ekonomi berbasis konstitusi. Semasa menjadi anggota DPR periode 2009–2014, Arif aktif menghidupkan gerakan yang mendorong agar APBN tidak hanya berorientasi pada pertumbuhan, tetapi juga pada indikator kesejahteraan masyarakat.
“Di DPR pada periode 2009-2014 Arif dan rekan-rekannya aktif dalam gerakan sunyi, yakni menghidupkan ekonomi konstitusi. Indikator kesejahteraan rakyat harus menjadi tujuan utama, bukan sekadar pertumbuhan ekonomi berbasis kebijakan yang liberal,” kata Didik dalam keterangan resminya.
Ia menambahkan, Arif merupakan salah satu penggagas kaukus lintas fraksi di parlemen yang secara khusus mendorong masuknya ukuran kesejahteraan ke dalam kerangka APBN.
Selain kiprahnya di DPR, Arif banyak menyumbangkan pemikiran melalui tulisan di media nasional. Fokusnya meliputi isu ketimpangan, UMKM, investasi, hingga keberlanjutan pembangunan. Lewat buku Pancasilanomics: Ekonomi Pancasila dalam Gerak (2019), ia menawarkan konsep ekonomi berbasis Pancasila yang adil, inklusif, dan berdaulat.
Arif juga menulis Arsitektur Ekonomi Indonesia, sebuah kritik terhadap pembangunan yang dinilai terlalu liberal, seraya menawarkan desain ekonomi berbasis Pasal 33 UUD 1945.
Bagi Didik, kepergian Arif bukan hanya kehilangan seorang kawan. Tetapi juga hilangnya pemikir yang konsisten menautkan nilai Pancasila dan konstitusi ke dalam kebijakan publik.
“Namun kepergiannya banyak yang harus dikenang sebagai hikmah dan pelajaran hidup bagi generasi selanjutnya,” tutur Didik.