
PT Vale Indonesia Tbk (INCO) menyiapkan pendanaan hingga USD 1,2 miliar secara bertahap untuk mendukung pengembangan tambang dan proyek hilirisasi nikel. Pendanaan ini sebagian besar akan bersumber dari pinjaman bank, dengan kemungkinan penerbitan obligasi baru dilakukan pada 2027.
Manager Corporation Finance & Investor Relations Vale Indonesia, Andaru Brahmono Adi, menjelaskan perusahaan masih mengkaji struktur pembiayaan yang paling sesuai, namun menegaskan pendanaan akan terbagi dalam beberapa tahap.
“Jadi mungkin saya bisa jelasin betul bahwa kami memang memerlukan dana kurang lebih USD 1 sampai (USD) 1,2 miliar dan itu akan terbagi menjadi beberapa fase,” kata Andaru kepada wartawan di kawasan Jakarta Selatan, Jumat (18/7).
Dia juga mengklarifikasi pemberitaan yang menyebut Vale bakal menerbitkan obligasi (bond) senilai USD 500 juta tahun depan. Menurutnya, angka tersebut memang relevan, tetapi struktur pendanaannya kemungkinan berasal dari pinjaman perbankan.
“Kalau saya lihat, sempat ada beberapa media itu quote bahwa tahun depan katanya Vale akan masuk ke bond market sekitar USD 500 juta, saya mungkin sekalian klarifikasi di sini, kami masih pertimbangkan untuk strukturnya. Tapi kemungkinan angka USD 500 juta itu untuk tahun depan benar. Tapi strukturnya mungkin lebih ke arah untuk pinjaman bank, bukan bond,” ujar Andaru.

Andaru menjelaskan, kemungkinan pendanaan melalui obligasi baru akan terealisasi pada 2027. “Baru nanti mungkin di tahun selanjutnya, 2027, ada kemungkinan kita akan masuk ke bond market,” ujarnya.
Pendanaan tersebut ditujukan untuk mendukung proyek-proyek tambang baru milik Vale secara penuh, serta proyek smelter HPAL yang dijalankan bersama mitra strategis.
“Saat ini kan kita masih membangun 3 tambang, punya kita sendiri 100%. (Blok) Bahodopi yang akan mulai jalan di tahun ini. Kemudian Pomalaa mulai tahun depan. Jadi sebenarnya fundingnya untuk membiayai proyek-proyek tambang kita,” jelasnya.
Salah satu proyek yang telah memiliki mitra adalah Pomalaa, yang menggandeng Zhejiang Huayou Cobalt Co dan Ford Motor Co untuk pembangunan smelter. Sementara tambang tetap dimiliki penuh oleh Vale.
Andaru menyebut perusahaan masih membuka peluang kerja sama strategis untuk proyek HPAL lainnya, meski belum mencapai tahap finalisasi.
“Sejauh ini memang kita sudah ada penjajakan, sudah berbicara dengan beberapa potensial. Tapi kita belum sampai ke level untuk penandatangan agreement,” katanya.
Sebelumnya, pada Maret 2025, Presiden Direktur PT Vale Indonesia Tbk (INCO), Febriany Eddy, menyampaikan mayoritas pendanaan proyek strategis perusahaan masih berasal dari kas internal.
Meski begitu, dia mengungkapkan perseroan tengah mempertimbangkan opsi pendanaan eksternal melalui pinjaman perbankan, yang kemungkinan dilakukan pada akhir 2025 atau sepanjang 2026.
Adapun kebutuhan pendanaan yang dibidik mencapai USD 1,2 miliar, terutama untuk mendukung pengembangan blok tambang baru tahun ini.
Langkah ekspansi tersebut juga didorong oleh peningkatan peringkat kredit dari lembaga pemeringkat S&P Global Ratings yang pada akhir 2024 lalu menaikkan rating Vale dari BB menjadi BB+ dengan prospek stabil. Peningkatan ini membuka ruang bagi perusahaan untuk menjajaki sumber pembiayaan eksternal dengan struktur yang lebih efisien.