Jakarta, CNBC Indonesia - Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi menargetkan, beras program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) semakin massif mengisi ritel modern. Dengan begitu, ujarnya, dapat menyeimbangi beras-beras khusus yang kini justru lebih tersedia di ritel modern daripada beras premium biasa.
Di sisi lain, Arief mengingatkan, produsen beras khusus harus memiliki izin yang dipersyaratkan pemerintah.
"Upaya pemerintah untuk menggelontorkan beras SPHP ke jaringan ritel modern memang sangat diperlukan. Selain sebagai penyeimbang harga beras di pasar tradisional, ketersediaan jenis beras yang beragam dengan harga terjangkau di ritel modern cukup penting sebagai alternatif pilihan masyarakat," kata Arief dalam keterangan resmi, Rabu (3/9/2025).
"Beras SPHP juga perlu ada di ritel modern. Jadi masyarakat punya preferensi beragam dan tidak hanya disuguhi pilihan beras dengan spesifikasi khusus yang harganya cukup tinggi," tambahnya.
Sebagai informasi, dari hasil pantauan CNBC Indonesia di sejumlah gerai ritel modern di Jakarta dan Depok, pasokan beras tampak masih terbatas. Ada yang kosong, ada juga yang hanya memiliki stok terbatas.
Rak-rak yang tadinya khusus untuk memajang beras, tampak kosong, atau ada juga yang diisi produk lain. Juga, ada yang hanya terisi beras khusus, yang harganya di atas harga eceran tertinggi (HET) beras premium, apalagi medium.
"Pemerintah pun akan mengatur regulasi beras khusus ini. Kalau kata Bapak Menko Pangan, harga beras khusus memang tidak diatur pemerintah, tapi produsen harus memegang sertifikat izin edar yang dikeluarkan pemerintah," tegas Arief.
Kebut Guyur Beras SPHP
Dalam keterangan yang sama, Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Bapanas I Gusti Ketut Astawa mengatakan, 214 kabupaten/ kota akan jadi fokus distribusi peningkatan pasokan beras SPHP.
Hal itu, terangnya, menindaklanjuti instruksi Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian agar kenaikan harga beras di 214 wilayah jadi perhatian utama.
Selain itu, lanjutnya, pasokan beras SPHP juga akan digencarkan ke ritel modern.
"Penting bagi pemerintah mengupayakan distribusi beras SPHP ke ritel modern juga. Selama ini ritel modern itu sebagai penyeimbang harga. Price maker. Artinya di ritel modern harganya sesuai dengan HET, itu pasti," ujarnya.
"Maka di pasar rakyat harganya tidak akan terlalu jauh berbeda dengan ritel modern. Kalau ritel modern sudah terpenuhi dengan baik, maka dengan sendirinya harga beras di pasar rakyat minimal flat," sambung Ketut.
Setelah ritel modern terpenuhi maksimal, lanjutnya, diharapkan dengan sendirinya akan mendorong harga turun, setidaknya tetap.
"Optimalkan distribusi beras SPHP ke ritel modern dan juga ke pasar rakyat. Begitu di ritel modern terpenuhi, banyak beras SPHP-nya, maka dengan sendirinya nanti harga beras minimal diam dan mengarah ke bawah," ucapnya.
"Nah setelah ritel modern penuh, pasar rakyat sudah ada juga, baru GPM secara masif itu akan berdampak sekali terkait dalam rangka mengendalikan harga beras medium," tambahnya.
Sementara itu, menurut Ketut, realisasi penjualan beras SPHP untuk periode Juli-Desember 2025 per 3 September telah mencapai 126,2 ribu ton.
"Realisasi penjualan harian terus digenjot oleh Bulog. Dalam seminggu terakhir realisasi harian memiliki rerata di angka 5,9 ribuan ton. Capaian tertinggi di 30 Agustus yang menyentuh angka 9,7 ribu ton dalam sehari," katanya.
Relaksasi Proses SPHP
Sementara itu, Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog Mokhamad Suyamto mengatakan, relaksasi alur proses SPHP telah dilakukan untuk mengatasi kendala di pasar tradisional. Bulog, sambungnya, akan membantu pemerintah daerah untuk penyaluran beras SPHP, terutama yang menemui kendala geografis.
"Ini menjadi concern kita (agar) minggu ini kita fokus bagaimana kita bisa menurunkan harga di 214 kabupaten/kota. Jadi silahkan digelontorkan. Kemudian terkait dengan kendala di pasar, kita sudah membuat relaksasi. Pengecer pasar (bisa) ajukan manual. Nanti tim dari Bulog akan meng-input (Klik SPHP) sesuai dengan user dari masing-masing pengecer tadi," ujar Suyamto.
"Dari 214 kabupaten/kota itu, memang ada sekitar 10 kabupaten/kota yang sampai saat ini belum bisa dijalankan beras SPHP. Ini kebanyakan di Papua karena memang biaya angkut dari gudang Bulog ke lokasi-lokasi tersebut sangat tinggi. Jadi kami mengusulkan kita buka gudang filial di situ," katanya.
Foto: (Dok. Bapanas)
Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan NFA I Gusti Ketut Astawa. (Dok. Bapanas)
(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Stok Beras SPHP di Ritel Modern Masih Kosong, Kemendag Bilang Begini