Sri Mulyani Bakal Terbitkan Kangaroo Bond, Surat Utang dalam Dolar Australia

Menteri Keuangan Sri Mulyani menjawab pertanyaan wartawan di Kompleks Parlemen RI, Senayan, Jakarta, Selasa (15/7/2025). Foto: Ave Airiza Gunanto/kumparan

Menteri Keuangan Sri Mulyani bakal menerbitkan surat utang negara dalam denominasi dolar Australia atau Kangaroo Bond pada Agustus 2025. Penerbitan ini akan menjadi yang pertama kalinya dalam sejarah pembiayaan Indonesia dan dinilai sebagai langkah strategis dalam penguatan kerja sama bilateral sekaligus diversifikasi sumber pembiayaan.

Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Suminto, mengungkapkan rencana penerbitan Kangaroo Bond masih bergantung pada kondisi pasar.

“Subject to market condition, pemerintah berencana menerbitkan Kangaroo Bond pada bulan Agustus depan,” ujarnya kepada kumparan, Senin (21/7).

Sebagai penerbitan perdana, Kementerian Keuangan melakukan berbagai persiapan secara menyeluruh. Suminto menekankan pentingnya langkah ini agar penerbitan berjalan optimal dan menarik minat investor.

“Mengingat ini akan merupakan penerbitan Kangaroo Bond yang pertama, persiapan penerbitan dilakukan dengan sebaik-baiknya,” katanya.

Untuk menjaring minat dan memberikan informasi terbaru kepada calon investor, Kemenkeu akan menggelar pertemuan khusus dalam waktu dekat.

“Sebagai bagian penting persiapan penerbitan Kangaroo Bond tersebut, dalam waktu dekat akan dilaksanakan investor update / investor meeting di Australia,” ungkap Suminto.

Rencana penerbitan Kangaroo Bond ini dianggap sebagai bagian dari strategi jangka panjang Indonesia dalam memperluas basis investor, serta mempererat hubungan keuangan antara Indonesia dan Australia.

“Rencana penerbitan ini sangat strategis, tidak hanya dalam rangka diversifikasi instrumen dan perluasan basis investor, tetapi juga merefleksikan kerjasama Indonesia dan Australia yang kokoh,” tambahnya.

Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono menyebut Kemenkeu masih mencermati situasi pasar global sebelum menentukan waktu peluncuran secara resmi.

“Kita lagi liat kondisi lah,” ujar pria yang akrab disapa Tommy saat ditemui di Kompleks Parlemen RI, Selasa (27/5).

Tommy menjelaskan, fluktuasi tajam pada pasar keuangan global, terutama perubahan yield atau tingkat imbal hasil, menjadi faktor utama dalam pertimbangan pemerintah.

“Semua kita lihat kondisi lah, sekarang kan kondisi yield lagi berubah total, kita lihat kondisi market,” jelasnya.

Menurut Tommy, keputusan untuk tidak menggunakan dolar AS sebagai denominasi juga merupakan bentuk mitigasi terhadap ketidakpastian global yang terus berkembang.

“Diversifikasi dengan segala gonjang-ganjing dunia yang tidak baik buat kita,” pungkasnya.