
EMPAT dekade lalu, tepat 1 September 1985, layar monitor di kapal riset Knorr menampilkan gambar samar sebuah silinder logam di dasar Samudra Atlantik. Benda itu ternyata bukan sekadar rongsokan: ia adalah bagian dari kapal paling legendaris dalam sejarah, Titanic.
Robert “Bob” Ballard, ilmuwan kelautan dari Woods Hole Oceanographic Institution, masih ingat jelas momen itu. Dibangunkan juru masak kapal, ia bergegas keluar kabin dengan pakaian tidur di balik baju terbangnya. “Begitu melihatnya, kami langsung sadar: itu Titanic. Saat itu juga semua orang bersorak,” kenangnya kepada CNN menjelang peringatan 40 tahun penemuan bersejarah itu.
Dari Kegagalan hingga Terobosan Teknologi
Ballard sudah berusaha mencari bangkai Titanic sejak 1970-an. Upaya awalnya gagal, tapi pengalaman tersebut membuatnya yakin teknologi kendaraan bawah laut tanpa awak yang bisa mengirim video langsung adalah kunci keberhasilan.
Dukungan akhirnya datang dari Angkatan Laut AS, yang mendanai pengembangan sistem pencitraan bawah laut bernama Argo. Namun, ada misi tersembunyi di baliknya: Angkatan Laut ingin menyelidiki penyebab tenggelamnya dua kapal selam nuklir, USS Thresher dan USS Scorpion. Pencarian Titanic dijadikan “kedok” agar misi rahasia itu tak terendus Uni Soviet.
Strategi Ballard pun berubah. Terinspirasi dari pola sebaran puing kapal selam Scorpion, ia menyadari mencari jejak puing jauh lebih mudah daripada mencari badan kapal utamanya. Taktik ini terbukti jitu: Argo akhirnya menangkap gambar bagian kapal Titanic yang tenggelam sejak 1912.
Gambaran yang Menggetarkan Dunia
Gambar hitam-putih pertama memicu sensasi global. Setahun kemudian, tim Ballard kembali dengan kamera berwarna, merekam detail mulai dari tangga megah, kolam renang, hingga peralatan makan yang masih utuh. Tak ada jasad ditemukan, tetapi artefak-artefak itu cukup untuk menghidupkan kembali tragedi yang merenggut lebih dari 1.500 nyawa.
Ballard juga menciptakan istilah baru: “rusticles”, formasi karat seperti stalaktit yang terbentuk dari bakteri pemakan logam. Kata ini bahkan masuk kamus Oxford.
Dampak Ilmiah dan Budaya
Penemuan Titanic tidak hanya memicu film-film, pameran, dan wisata bawah laut berbiaya tinggi, tetapi juga merevolusi ilmu kelautan. Teknologi yang dipakai Ballard kini menjadi fondasi eksplorasi laut dalam modern, memperluas pemahaman manusia tentang samudra.
Sepanjang kariernya, Ballard menemukan banyak bangkai bersejarah lain, dari kapal perang Nazi Bismarck hingga kapal torpedo PT-109 yang pernah dikomandoi John F. Kennedy. Meski gagal menemukan pesawat Amelia Earhart pada 2019, ia tetap optimistis misteri itu suatu hari bisa terpecahkan.
Menatap Generasi Berikutnya
Kini di usia 83 tahun, Ballard masih aktif menjelajah. Juli lalu ia memimpin ekspedisi 21 hari di perairan Kepulauan Solomon untuk memetakan kapal dan pesawat yang hilang dalam pertempuran laut era Perang Dunia II.
Baginya, masa depan eksplorasi laut ada pada teknologi otonom. “Kita bisa meluncurkan segerombolan kendaraan bawah laut sekaligus, seperti melepaskan sekawanan anjing pemburu,” ujarnya.
Meski 27% dasar laut dunia sudah dipetakan, Ballard yakin masih banyak rahasia tersimpan di kedalaman samudra. “Saya suka ketika anak-anak bilang agar saya berhenti menemukan sesuatu, supaya masih ada yang tersisa bagi mereka. Percayalah, samudra masih menyimpan banyak misteri,” katanya. (CNN/Z-2)