INFO NASIONAL - Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda, turun langsung menemui massa yang menggelar unjuk rasa di Ternate dan Sofifi. Kehadiran Sherly disebut sebagai wujud keterbukaan pemerintah dalam merespons aspirasi masyarakat.
Pada Senin, 1 September 2025, ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Cipayung Plus dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) bertahan sejak pagi hingga sore di depan Kantor DPRD Kota Ternate. Mereka menuntut Presiden mencopot Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, menolak kenaikan gaji anggota DPR, dan mengingatkan wakil rakyat agar tidak hidup bermewah-mewahan di tengah kemiskinan Maluku Utara.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Didampingi Wakil Gubernur, Wali Kota Ternate, pimpinan DPRD, dan unsur Forkompimda, Sherly mendengarkan langsung tuntutan mahasiswa. Ia menekankan pentingnya menjaga keamanan daerah.
“Saya selalu terbuka, bisa ditemui langsung maupun lewat media sosial. Solusi kita cari bersama. Ingat, torang semua basudara. Apa yang terjadi di pusat sebenarnya jauh dari kita di Maluku Utara,” kata Sherly.
Menurutnya, kedamaian daerah menjadi kunci perputaran ekonomi. “Kalau rumah kita damai dan nyaman, ekonomi berputar. Tapi kalau konflik terus, yang paling dirugikan masyarakat kecil,” ujarnya.
Keesokan harinya, unjuk rasa berlanjut di Sofifi. Mahasiswa Universitas Bumi Hijrah (Unibrah) menggelar aksi di depan Kantor DPRD Malut. Usai rapat paripurna, Sherly bersama Wakil Gubernur Sarbin Sehe, Ketua DPRD Malut Iqbal Ruray, Kapolda Malut, dan Danrem 152/Baabullah mendatangi massa.
Sherly mengapresiasi aksi mahasiswa yang berlangsung tertib. Ia menanggapi sejumlah tuntutan, mulai dari isu pajak hingga Peraturan Daerah (Perda) Tanah Adat. Sebelumnya, koordinator aksi, Rafal I.K Warlalo, menyampaikan sejumlah tuntutan mahasiswa, di antaranya pembebasan 11 warga Maba Sangaji Haltim dan 7 warga Galela, percepatan pembahasan Perda Tanah Adat, kenaikan gaji guru honorer, hingga perbaikan jalan di Oba Selatan.
Sherly memastikan Pemerintah Provinsi Maluku Utara tidak menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan. “Justru kita menjalankan pemutihan pajak kendaraan yang menunggak bertahun-tahun,” jelasnya.
Terkait Perda Tanah Adat, Sherly menyebut telah berkoordinasi dengan Sultan Ternate dan berkonsultasi dengan Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid. “Mapping tanah adat harus dilakukan secara komprehensif. Setelah itu barulah bisa diupayakan sertifikat tanah adat melalui jalur resmi,” kata Sherly.
Ia pun mendorong DPRD dan pemerintah daerah segera menuntaskan pembahasan perda tersebut agar ada payung hukum yang jelas.
Menanggapi kasus hukum warga Maba Sangaji, Sherly menegaskan prosesnya sedang berjalan di pengadilan. “Pemerintah provinsi akan mengupayakan langkah persuasif, tentu tetap menghormati proses hukum yang sedang berlangsung,” ucapnya. (*)