Pada sesi preopening, IHSG terkoreksi 210,394 poin atau 2,69 persen ke level 7.620,099. Saat perdagangan resmi dibuka pukul 09.00 WIB, indeks jatuh lebih dalam hingga anjlok 245,716 poin (3,14 persen) ke 7.584,777.
Tekanan berlanjut hanya beberapa menit setelah pembukaan. Pada pukul 09.02 WIB, IHSG ambles 274,250 poin atau 3,50 persen ke level 7.556,243.
Dalam periode ini, IHSG bergerak pada rentang tertinggi 7.622,424 dan terendah 7.547,564 dengan nilai transaksi Rp 2,56 triliun dan volume perdagangan 2,90 miliar saham.
Kondisi ini dipicu gelombang demonstrasi yang masih berlanjut sejak pekan lalu. Aksi massa kian memanas setelah insiden pada Kamis (28/8) malam, ketika seorang pengemudi ojek online, Affan Kurniawan (21), meninggal dunia usai dilindas kendaraan taktis polisi di tengah kericuhan.
Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, menyebut pelemahan pasar kali ini wajar karena investor merespons risiko politik domestik.
“Sepanjang demonstrasi yang terjadi di Indonesia ya tentunya mengalami atau experience terjadinya capital outflow. Bahkan misalnya BEI saja mencatatkan capital outflow selama 25 hingga 28 Agustus 2025 mencapai Rp 250 miliar, dan tentunya demonstrasi ini juga terlihat masih berlanjut hingga 5 September, walaupun puncaknya itu sudah berlalu,” kata Nafan kepada kumparan, Senin (1/9).
Nafan menjelaskan perekonomian Indonesia pada dasarnya berada dalam kondisi yang cukup kokoh.
Namun, ia mengingatkan faktor politik dan keamanan tetap menjadi penentu utama arus investasi. Menurutnya, jika situasi dalam negeri kembali stabil, peluang masuknya modal asing akan terbuka lebar.
Sejalan dengan itu, pengamat pasar modal Lanjar Nafi menilai sentimen politik menjadi faktor dominan yang membayangi investor, meskipun indikator ekonomi menunjukkan tren positif.
“Secara data ekonomi kita bagus awal pekan ini. Seperti data PMI Manufaktur yang kembali ke zona ekspansif dan inflasi yang di ekspektasi masih terkendali. BI pun terus berada di pasar untuk lakukan triple intervention, sentimen kestabilan politik dalam negeri menjadi dalang utama menurut saya,” ujarnya kepada kumparan.
Lanjar menambahkan, pasar mengantisipasi potensi kericuhan lanjutan yang bisa mengganggu aktivitas ekonomi. “Investor antisipasi adanya kericuhan lanjutan di minggu ini yang menganggu aktifitas ekonomi,” katanya.