
Peninjauan Kembali yang diajukan mantan Ketua DPR sekaligus mantan Ketua Umum Golkar, Setya Novanto, dikabulkan oleh Mahkamah Agung usai Peninjauan Kembali (PK) dikabulkan. Pidana penjara dan masa pencabutan hak politiknya dipotong oleh MA.
Setnov adalah terpidana kasus dugaan korupsi dalam proses penganggaran dan pengadaan proyek e-KTP Tahun Anggaran 2011-2013. Kasus tersebut merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun.
Awalnya, Setnov dihukum 15 tahun penjara atas perbuatannya tersebut. Vonis itu kemudian berkekuatan hukum tetap.
Namun, karena PK dikabulkan, hukuman itu dikurangi menjadi 12,5 tahun penjara. Tak hanya soal masa pidana penjara, pidana tambahan berupa larangan hak politik Setnov untuk menduduki jabatan publik selama 5 tahun juga dipangkas menjadi 2,5 tahun.
"Pidana tambahan mencabut hak Terpidana untuk menduduki dalam jabatan publik selama 2 (dua) tahun dan 6 (enam) bulan terhitung sejak Terpidana selesai menjalani masa pemidanaan," demikian amar putusan PK Setnov dikutip dari situs resmi MA, Rabu (2/7).
Adapun permohonan PK Setnov ini diadili oleh Hakim Agung Surya Jaya selaku ketua majelis; serta Hakim Agung Sigid Triyono dan Hakim Agung Wendy Pratama Putra selaku anggota majelis. Putusan PK diketok pada Rabu (4/6).
Setnov menjadi salah satu pihak yang paling disorot dalam kasus korupsi e-KTP ini. Sejak dijerat pada 2017 silam, pengusutan kasus Setnov oleh KPK diwarnai sejumlah drama. Berikut rangkumannya:
Jadi Tersangka KPK
Setnov ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP pada 17 Juli 2017. Penetapan tersangka itu berdasarkan pengembangan dari pihak-pihak lain yang sudah dijerat KPK sebelumnya.
"Setelah mencermati fakta persidangan dua terdakwa kasus dugaan korupsi e-KTP, KPK menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan seorang lagi sebagai tersangka," kata Ketua KPK Agus Rahardjo dalam konferensi pers di kantornya, Senin (17/7/2017).
"KPK menetapkan SN, anggota DPR, sebagai tersangka," imbuhnya.
Namun, saat itu Setnov tak langsung ditahan. Penetapan tersangkanya ini membuat gejolak di DPR dan Partai Golkar. Setnov pun mengajukan praperadilan.
Dirawat di RS, Lolos Tersangka Berkat Praperadilan
Atas status tersangka itu, Setnov mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dalam prosesnya, KPK tetap melanjutkan penyidikan kasus tersebut. Dalam proses penyidikan tersebut, sempat muncul drama Setnov dirawat di rumah sakit.
Setya Novanto masuk Rumah Sakit Premier Jatinegara pada 18 September 2017. Ia masuk rumah sakit di hari yang sama adanya surat panggilan KPK untuk diperiksa sebagai tersangka kasus e-KTP. Ketika itu, ia mengaku sakit jantung.
Ketika menjalani perawatan, beredar foto Setya Novanto yang sedang terbaring di kasur rumah sakit. Dalam foto itu, Setya Novanto terlihat sedang dijenguk oleh Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Golkar, Endang Srikarti Handayani.

Foto itu kemudian menjadi perbincangan. Namun bukan kondisi Setya Novanto yang menarik perhatian setelah sudah sekitar dua pekan dirawat, tapi kejanggalan dalam alat-alat medis yang digunakan. Mulai dari Elektrokardiogram (EKG), Syringe Pump, jarum infus, hingga sungkup di hidung.
Bahkan kemudian muncul sejumlah meme di media sosial yang dibuat dari foto tersebut. Belakangan, Setnov melaporkan sejumlah akun di media sosial terkait meme-meme yang terkait dirinya.
Ketika dalam perawatan itu, PN Jaksel menggelar sidang praperadilan Setnov. Hasilnya, praperadilannya dikabulkan. Status tersangkanya gugur.
Hakim Cepi Iskandar membatalkan status tersangka Setnov pada Jumat (29/9/2017). Hakim menilai penetapan Setya Novanto sebagai tersangka oleh KPK tidak tepat. Akhirnya, hakim memutuskan bahwa penetapan tersangka tersebut tidak sah.
"Mengadili mengabulkan permohonan praperadilan pemohon untuk sebagian. Menyatakan penetapan status tersangka Setya Novanto adalah tidak sah. Memerintahkan pada termohon (KPK) untuk menghentikan penyidikan terhadap Setya Novanto," kata hakim Cepi.
Setnov keluar rumah sakit pada 2 Oktober 2017 atau hanya selang 3 hari setelah praperadilan memutuskan bahwa dia tak lagi berstatus sebagai tersangka e-KTP.
Tersangka Lagi
Menanggapinya, KPK tak tinggal diam. Mereka menerbitkan surat perintah penyidikan (Sprindik) baru. Setnov pun kembali ditetapkan sebagai tersangka pada 6 November 2017.
Drama Kecelakaan hingga Benjol Sebesar Bakpao
Usai ditetapkan tersangka lagi, Setnov sempat menghilang pada 15 November 2017. Ketika itu Setnov diagendakan diperiksa sebagai tersangka atas dugaan korupsi e-KTP, tetapi ia tidak hadir.
Pada hari yang sama pada pukul 21.40 WIB, KPK mendatangi rumah Setnov, tetapi ia tidak berada di kediamannya. KPK pun mengimbau Setnov untuk menyerahkan diri.
Keesokan harinya, Kamis (16/11), karena tidak ada pemberitahuan, KPK menerbitkan DPO terhadap Setnov.
Tidak diduga, malam harinya, mobil yang dikendarai Setnov dikabarkan mengalami kecelakaan dengan menabrak tiang lampu (listrik) dan dibawa ke RS Medika Permata Hijau.

Foto-foto kecelakaan Setnov tersebar. Ia dirawat di rumah sakit tersebut karena kecelakaan itu. Disebutkan sejumlah luka dialaminya hingga ada benjol sebesar bakpao.
Adalah Fredrich Yunadi, pengacara Setya Novanto kala itu, yang mengungkapkan soal benjol tersebut. "Perlu MRI, luka di bagian sini (pelipis), benjol besar segede bakpao, terus pipinya udah baret gitu kan, kena kaca," ujar Fredrich kepada wartawan di RS Medika Permata Hijau, Jalan Kebayoran Lama, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Kamis (16/11) malam.

Belakangan, diketahui kecelakaan itu merupakan akal-akalan Setnov untuk lari dari pemeriksaan itu. Ia dibantu oleh Dokter di RS Medika Permata Hijau, Bimanesh Sutarjo dan Kuasa Hukumnya, Fredrich Yunadi.
Imbas perbuatannya itu, akhirnya, Setnov ditahan oleh KPK karena dianggap menghalangi penyidikan.

Pada akhirnya Setya Novanto ditahan hari Minggu 19 November 2017, masih tampak benjol di sisi kiri dan kanan dahinya. Memar tersebut berwarna cokelat. Namun sudah tidak ada benjol segede bakpao itu. Polisi yang juga memeriksa soal kecelakaan mobil pun menyatakan bahwa benjol di dahi Setya Novanto hanya sebesar bakso.
Drama di Pengadilan

Meski di dalam tahanan, Setnov kembali mengajukan praperadilan. Pada saat bersamaan, KPK juga melimpahkan dakwaan ke pengadilan untuk disidangkan. Sidang dakwaan digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta pada 13 Desember 2017. Sehari sebelum sidang putusan praperadilan digelar di PN Jaksel.
Sempat dinyatakan sehat sebelumnya, Setnov tiba-tiba hadir di pengadilan dalam kondisi lemah. Dengan terhuyung-huyung, Setnov dipapah oleh dua anggota pengamanan KPK di sisi kanan dan kiri-nya di persidangan.

Bahkan total lima kali hakim menskors sidang. Empat dari lima kali skors yang diberikan hakim dalam persidangan dikarenakan kondisi kesehatan Setnov.
Dia berulang kali tak merespons terkait pertanyaan yang dilontarkan majelis hakim. Saat hakim mengkonfirmasi data pribadi, ia seolah lupa akan jati dirinya.
"Apakah benar nama anda Setya Novanto? Apakah benar anda lahir pada 12 November 1955?” tanya hakim Yanto.

Dalam beberapa kesempatan, Setnov diam seribu bahasa saat majelis hakim melempar sejumlah pertanyaan kepadanya. Ia memang sempat menjawab satu dua pertanyaan dari hakim saat ditanya soal identitasnya.
Namun, selebihnya, Setnov tak mengucapkan sepatah kata pun. Ia hanya terdiam menunduk. Bahkan, dia sempat tertidur beberapa kali saat sidang masih berlangsung.
Usai sidang, wajah Setnov terlihat lebih segar. Saat keluar dari ruang sidang, ia melambaikan tangan kepada pihak yang turut mendampinginya dalam kasus perkara tersebut. Ia bahkan melemparkan senyuman, dan sempat bersalaman dengan istrinya, Deisti Astriani Tagor.
Praperadilan Jilid II Gugur
