Patriotisme Antara 100 Unta dan Segenggam Gandum

2 hours ago 2
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online

Di era modern, makna patriotisme kerap dikaitkan dengan jargon dan simbol. Sayangnya, substansi pengorbanan sebagai inti dari patriotisme sering terlupakan. Banyak yang merasa tidak punya peran karena merasa tidak cukup mampu. Namun dalam sejarah Islam, patriotisme tidak diukur dari besar kecilnya kontribusi, tetapi dari keikhlasan dan cinta yang melatarinya.

Gus Baha pernah menyampaikan bahwa patriotisme adalah pengorbanan demi kebenaran dan kemaslahatan, bukan demi citra apalagi kenyamanan pribadi. Beliau mencontohkan momen penting dalam sejarah Islam: Perang Tabuk. Ketika Nabi SAW mengajak umat Islam bersiap untuk perang, Sayyidina Utsman bin Affan RA menyumbangkan 100 ekor unta lengkap dengan pelana dan perbekalannya. Sebuah pengorbanan luar biasa dari seorang konglomerat saleh.

Namun Gus Baha menekankan sisi lain yang tak kalah mulia: ada sahabat miskin yang datang hanya membawa segenggam gandum, karena tidak memiliki hal lain untuk diberikan. Tetapi karena niat dan cinta mereka kepada perjuangan Nabi, pengorbanan itu tetap dihitung sebagai amal yang besar.

Kisah ini sangat relevan jika dibandingkan dengan kondisi masyarakat kita hari ini. Kita harus merasa bangga bisa bersedekah dalam kondisi miskin, karena pengorbanan kita sangat heroik. Bayangkan jika kita yang hanya memiliki aset senilai 1 juta rupiah bersedekah 100 ribu, berarti kita sedang menyumbang 10% dari total aset kita. Itu jelas lebih heroik dan dramatis dibandingkan orang sekaya Sandiaga Uno menyumbang 1 miliar, karena 1 miliar baginya bukan 10% dari total kekayaannya.

Caption: Ilustrasi menyumbangkan pakaian. Foto: Shutter Stock

Jika semangat ini hidup kembali, maka rasa tanggung jawab sosial akan tumbuh di semua lapisan masyarakat. Tidak akan ada lagi perasaan rendah diri hanya karena ekonomi lemah. Sebaliknya, akan lahir masyarakat yang berlomba-lomba memberi, bukan menunggu bansos, apalagi serangan fajar. Bangsa akan menjadi kuat karena dibangun oleh semangat kolektif.

Namun di sinilah masalah zaman sekarang: banyak orang kaya masih berjiwa meminta, bukan memberi. Banyak pejabat masih berjiwa pedagang, sibuk mencari untung dari jabatan yang seharusnya jadi ladang pengabdian. Banyak yayasan pendidikan dan sosial masih berjiwa kenikmatan pribadi, sibuk membangun fasilitas mewah untuk pengurusnya tapi melupakan kaum miskin yang jadi alasan berdirinya yayasan itu. Para politisi pun masih bermental balik modal, menjadikan rakyat sekadar ladang investasi politik.

Seakan mereka akan hidup selamanya saja. Padahal makan sehari paling dua piring nasi. Tidur cukup di ruang 2 x 2 meter. Tapi rakusnya ingin membangun istana, mengoleksi puluhan bahkan ratusan mobil. Seakan lupa, bahwa pulang ke akhirat cukup dengan keranda kayu sederhana. Ironisnya, bahkan liang kubur pun kini dijadikan bisnis: ada kompleks pemakaman dengan harga miliaran, seolah kematian pun bisa dikomodifikasi.

Patriotisme mestinya menumbuhkan kesadaran bahwa harta, jabatan, dan kuasa hanyalah titipan. Bukan untuk ditumpuk, melainkan untuk dipersembahkan bagi kemaslahatan. Sayyidina Utsman mengajarkan kita bahwa kekayaan bisa menjadi ladang perjuangan. Sahabat miskin dengan segenggam gandumnya mengajarkan bahwa keterbatasan bukan alasan untuk absen dalam perjuangan.

Langkah konkret yang bisa kita lakukan sederhana: berkontribusi sesuai kemampuan. Jika punya harta, sumbangkan. Jika punya tenaga, gunakan untuk membantu. Jika hanya punya waktu, gunakan untuk peduli. menunggu besar dan banyak untuk mulai bergerak bukan solusi. Bahkan yang sedikit pun bisa menjadi penyelamat sebuah perjuangan.

Akhirnya patriotisme mesti bukan milik orang kaya saja, tapi milik siapa saja yang memiliki cinta dan keikhlasan untuk berkorban. bahwa yang kecil bukan berarti tak berarti. yang penting bukan seberapa banyak, tapi seberapa tulus.

Read Entire Article